Kamis, 25 April 2013

A Man In Love (Part 4)

Diposting oleh Popo... The Kite Runner di 06.02

Bagaimana Yunho menghadapi semua kenyataan yang ada? A Man In Love... 

Ujian sekolah pun tiba. Yunho telah mempersiapkan semua dengan baik. Hari ini hari terakhir ujian. Lembar jawaban sudah hampir sepenuhnya terisi. Waktu yang tersisa hanya 5 menit. Dia mengecek jawaban perlahan setelah itu mengangguk pelan. Dia merasa cukup puas dengan jawabannya. Dia mulai merapikan alat tulis dan soal-soal ujian lalu menutup lembar jawaban, memasukkan alat tulis ke dalam tas dan beranjak meninggalkan tempat duduknya. Beberapa temannya juga melakukan hal yang sama. Dia keluar dari kelas dan seseorang telah menunggunya.
“Ya, eottae? Kau bisa mengerjakannya?” tanya temannya itu, Changmin.
“Bagaimana menurutmu?” Yunho balik bertanya.
“Tunggu, kalau melihat raut wajahmu, sepertinya kau bisa menanganinya dengan baik,” kata Changmin mencoba menebak-nebak.
Yunho hanya tersenyum. “Kau sendiri?”
“Kau tahu kan otakku ini seperti kura-kura? Aku benar-benar butuh keajaiban untuk bisa lulus, kau sih enak, ah, kenapa kau ini pintar sekali?” Changmin menunjukkan wajah iri.
“Kau ini bicara apa? Sepertinya otakmu itu terlalu panas,”
“Geure, bahkan tadi kepalaku berasap gara-gara soal ujian,”
Yunho hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“Kau mau pulang?” tanya Changmin. Mereka duduk di sebuah bangku di taman.
“Molla, aku ingin pergi ke suatu tempat, kepalaku benar-benar penuh saat ini, aku ingin mendinginkan kepalaku,” jawab Yunho sambil menerawang.
“Ne, kau benar, kita memang butuh penyegaran, sebaiknya kemana kita?”
“Ya, apa kita terlihat seperti sedang merencanakan sebuah kencan?”
“Busun mariya? Ya, kapan pengumuman penerimaan di Universitas Korea?”
“Ah, geure, aku hampir lupa, pengumumannya hari senin,”
“Apa menurutmu kau akan lolos?”
“Entahlah, ini tidak seperti ujian di sekolah, semua penuh ketidakpastian, tapi aku berharap bisa lolos, kalau tidak maka aku akan pergi ke Mokpo dan menangkap ikan di sana,” kata Yunho.
“Apa maksudmu menangkap ikan? Kau pikir kau ini nelayan? Sudahlah, yakinlah kau akan lolos, kecuali kalau kau ini adalah aku, maka bersiaplah ke Mokpo, hahaha,”
“Kau sendiri, apa rencanamu selanjutnya? Universitas mana yang kau pilih? Kau ini, seharusnya kau juga memikirkan masa depanmu, apa selamanya kau akan seperti ini?”
“Geokjongmara, kau tahu aku ini Mazinga Z, aku akan terus hidup,” kata Changmin.
“Itu bukan masalah kau akan terus hidup atau tidak, tapi apa kau tidak ingin melanjutkan sekolahmu?” tanya Yunho.
“Ya, kau tidak peduli aku mati atau hidup? Teman macam apa kau ini?” ujar Changmin. Dia terdiam sejenak. “Aku juga masuk Universitas Korea,” ujarnya pelan.
“Mwo? Kau ini bicara apa?” tanya Yunho heran.
“Aku juga mengikuti ujian masuk Universitas Korea, hanya saja aku tidak ingin kau tahu, aku juga waktu itu satu kelas denganmu, kau terlambat datang waktu itu, kau terlalu serius dan kau juga bersama seorang yeoja, aku ingin menyapamu, tapi lebih baik aku membuat kejutan kan?”
Yunho menoleh menatap Changmin dalam-dalam.
“Kenapa melihatku seperti itu?”
Yunho tidak menjawab dia hanya menatap Changmin.
“Aku ingin mengikutimu, kau satu-satunya temanku, kalau tak ada kau, aku bisa apa, jadi aku putuskan masuk Universitas Korea, sebenarnya aku sudah memikirkan ini sejak lama, maka dari itu aku mendaftar kesana, lolos atau tidak aku hanya berusaha,” kata Changmin.
Yunho masih menatap Changmin dalam-dalam.
“Ya, kau tidak naksir aku kan?”
Mata Changmin terbelalak.
“Mwo ya?? Kau pikir aku penyuka sesama jenis?”
“Kau tahu, tiba-tiba aku jadi merinding, tapi aku tetap berharap kau lolos,”
Yunho beranjak meninggalkan Changmin yang masih terbengong-bengong. Yunho tersenyum kecil sambil berjalan, Changmin beranjak menyusul Yunho.
**********************************************************************
Yunho berjalan pelan menyusuri deretan pertokoan di salah satu sisi kota Seoul. Tidak ada yang ingin dia beli, dia hanya ingin berjalan-jalan. Tiba-tiba langkahnya terhenti di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi di ujung jalan. tempat ini adalah pusat hiburan terbesar di distrik ini. Dipenuhi fasilitas yang serba mewah dan berkelas. Orang-orang yang masuk pun tidak sembarangan, mereka harus punya tanda khusus agar bisa masuk.  
Yunho menatap bangunan itu dengan tatapan kosong. Tempat inilah dimana dia dulu sering meghabiskan kesehariannya sepulang sekolah. Bermain bola, bermain bersama teman-temannya. Tempat ini dulu adalah sebuah tanah lapang yang luas dengan taman kecil yang damai dan indah. Ayahnya selalu bermimpi ingin membangun rumah sakit di tanah ini. Tapi impian tinggallah impian, tanah itu terlanjur jatuh ke tangan orang lain dengan berbagai kekejaman.
Sebuah ingatan melintas di kepala Yunho. Saat itu dia masih kecil, masih sangat kecil. Dia baru berusia enam tahun dan dia baru saja masuk sekolah dasar. Dia selalu pergi ke tempat ini sepulang sekolah. Tempat ini cukup jauh dari rumahnya, tapi dia selalu menyempatkan diri ke tempat itu. Dia punya tempat rahasia, sebuah lubang untuk menyimpan uangnya. Uang saku yang selalu diberi ayahnya tiap pagi. Dia berniat membeli sebuah sepeda dengan uangnya sendiri. Dia masih sangat kecil, terlalu kecil untuk memiliki keinginan membeli sepeda dengan uangnya sendiri, tapi itulah Yunho, selalu punya keinginan yang kuat untuk mewujudkan mimpinya. Dengan memiliki sepeda, dia akan lebih mudah pergi kemanapun yang dia suka. Dia memilih tempat itu untuk menyimpan uang karena dia merasa lebih aman menyimpan di tempat itu dibandingkan menyimpannya di rumah. Kakaknya pasti akan mengambil uang itu. Kakaknya Yunho adalah orang yang sangat meyebalkan versi Yunho.
Hari itu, saat dia selesai dengan tabungan rahasianya, dia melihat seorang anak perempuan yang berlari dengan wajah ketakutan. Yunho kecil tidak pernah menyukai anak perempuan, menurutnya anak perempuan itu berisik. Tapi saat melihat wajahnya yang pucat ketakutan, Yunho menghampirinya. Belum sempat Yunho bertanya, dia melihat tiga anak laki-laki berari ke arah anak perempuan itu. Tanpa berpikir panjang Yunho berdiri di depan anak perempuan itu dan melindunginya. Dia mengambil sebatang kayu di sebelahnya dan berusaha mengusir anak-anak berandalan itu. Sempat terjadi perkelahian kecil diantara mereka, tapi Yunho dengan gigih berusaha melawan mereka. Tiga anak laki-laki itupun akhirnya menyerah dan meninggalkan Yunho beserta anak perempuan itu.
Anak perempuan yang tak dikenalnya itu terisak pelan di belakangnya. Yunho mendekatinya dan menatap anak perempuan itu. Dia menunduk dan badannya gemetaran. Yunho mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyodorkannya ke anak perempuan itu.
“Minumlah,” kata Yunho riang.
Anak perempuan itu menoleh. Yunho tersenyum lebar, wajahnya sedikit memar di sana sini,  tanganya yang tergores di beberapa tempat menyodorkan sekotak susu strawberry ke arah anak perempuan itu. Perlahan tangan anak perempuan itu meraih kotak susu yang diberikan kepadanya dan mengambilnya. Dia membuka pelan kotak susu itu dan meminumnya perlahan.
“Enak? Kau suka?” tanya Yunho.
Anak perempuan itu mengangguk dan perlahan senyumnya mengembang. Yunho senang melihat senyum anak itu.
“Gomawo,”
Hanya itu yang diucapkan anak perempuan itu dan mereka hanya duduk di rerumputan tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Keesokan harinya, Yunho kembali ke tempat itu, kali ini ada tujuan lain selain menyimpan uangnya. Dia ingin bertemu dengan anak perempuan itu. Entah kenapa dia ingin bertemu dengannya lagi, dia ingin berkenalan dan berteman dengan anak perempuan itu. Mereka tidak sempat berkenalan kemarin. Tapi hampir seharian dia menunggu anak perempuan itu tidak datang lagi. Hari berikutnya dia ingin menunggu anak perempuan itu lagi, tapi seorang yang jahat datang dan mengacaukan rumahnya. Dia tidak pernah bertemu lagi dengan anak perempuan itu. Bahkan sampai saat ini tempat itu telah menjadi tempat yang asing untuk Yunho, anak perempuan itu tak pernah datang. Yunho tersenyum kecil mengingat kenangan yang hanya setitik kecil itu. Perlahan dia berbalik meninggalkan tempat itu.
Sejenak setelah Yunho meninggalkan tempat itu, bahkan punggung Yunho masih telihat, sebuah mobil datang. Chae Rin turun dari mobil itu dan memandangi gedung itu selama beberapa saat. Ayahnya menyuruhnya untuk menunggunya agar bisa pulang bersama. Chae Rin duduk di taman depan gedung itu.
Dia membuka tasnya dan mengambil sebuah buku yang belum selesai dia baca. Dia membuka pembatas dan melanjutkan membaca, baru beberapa saat dia membaca, dia kembali membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sekotak susu strawberry. Chae Rin membuka kotak susu itu dan meminumnya perlahan. Dia tidak melanjutkan membaca, tapi menerawang menatap langit. Sebuah kenangan tiba-tiba memaksanya untuk kembali ke ingatan beberapa tahun silam.
Saat itu dia berdiri di depan gerbang sekolahnya. Dia sedang menunggu supir yang menjemputnnya. Entah kenapa hari itu supirnya sangat terlambat, sekolah sudah sepi dan dia masih belum dijemput. Saat sedang menunggu, tiba-tiba tiga anak laki-laki menghampirinya dan memaksa Chae Rin untuk memberi mereka uang. Chae Rin yang ketakutan dengan ulah tiga anak itu segera berlari untuk menghindari mereka. Dia terus berlari, dia sangat ketakutan. Dia berlari tak tentu arah. Dia hanya ingin terbebas dari ketiga anak nakal itu. Dia melihat sebuah tanah lapang dengan taman kecil di dalamnya. Dia berlari kesana dan mencoba mencari tempat sembunyi. Saat itulah seorang anak laki-laki berdiri di depannya.
Anak laki-laki itu mengambil sebatang kayu di sebelahnya dan berusaha mengusir anak-anak berandalan itu. Sempat terjadi perkelahian kecil diantara mereka, tapi anak laki-laki itu dengan gigih berusaha melawan mereka. Tiga anak laki-laki itupun akhirnya menyerah dan meninggalkan Chae Rin beserta anak laki-laki itu.
Chae Rin terisak pelan di belakang anak laki-laki yang tak dikenalnya itu. Dia mendekatinya dan menatap Chae Rin. Cha Rin menunduk dan badannya gemetaran. Anak laki-laki itu mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyodorkannya ke arah Chae Rin.
“Minumlah,” katanya riang.
Chae Rin menoleh. Anak laki-laki tersenyum lebar, wajahnya sedikit memar di sana sini,  tangannya yang tergores di beberapa tempat menyodorkan sekotak susu strawberry ke arahnya. Perlahan tangan Chae Rin meraih kotak susu yang diberikan kepadanya dan mengambilnya. Dia membuka pelan kotak susu itu dan meminumnya perlahan.
“Enak? Kau suka?” tanya anak laki-laki itu.  
Chae Rin mengangguk dan perlahan senyumnya mengembang. Anak laki-laki itu terlihat senang melihat senyum Chae Rin.
“Gomawo,”
Hanya itu yang diucapkan Chae Rin dan mereka hanya duduk di rerumputan tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Keesokan harinya Chae Rin pindah ke luar negeri. Ayahnya memaksa mereka untuk tinggl di luar negeri dengaan alasan perusahaan mereka sedang mengalami masa kritis. Sejak saat itu, Chae Rin tidak pernah melihat anak laki-laki itu, dia hanya terus meminum susu strawberry untuk mengingat anak laki-laki itu.
“Apa kau akan terus minum susu itu?”
Chae Rin kembali ke masa kini, suara ayahnya menarikknya kembali ke dunia nyata.
“Susu ini tidak pernah meracuniku, kenapa aku harus berhenti meminumnya?” ujar Chae Rin.
“Terserah kau saja, ayo pulang,” kata ayah Chae Rin.
Chae Rin hanya mengangguk, dia memasukkan kembali bukunya, dan beranjak menggandeng tangan ayahnya meninggalkan gedung megah itu. Gedung yang tidak tahu apa-apa, tidak pernah mengerti arti sebuah kenangan. Tapi tempat itu, tempat itu menyimpan sebuah kenangan, mungkin untuk beberapa orang, termasuk anak laki-laki yang gigih dan anak perempuan dengan senyumnya yang selalu mengembang. Tanpa tahu bahwa jarak mereka tidak pernah sejauh yang mereka kira…
**********************************************************************

1.       Jung Yun Ho               0101300876
Yunho tersenyum di depan papan pengumuman, namanya tertera di peringkat pertama. Itu artinya dia akan kuliah di Universitas Korea dan tanpa biaya. Itu sudah cukup baginya. Sementara itu, Changmin masih sibuk mencari namanya di ratusan daftar nama yang diterima. Matanya terus mengamati tiap nama yang tertulis di papan itu. Lalu sampailah dia pada nomor 247.
247. Shim Chang Min      0101307889
Mata Changmin terbelalak tak percaya saat menemukan namanya ada di deretan nama-nama yang diterima di Universitas Korea. Yunho menghampiri Changmin yang masih berdiri mematung di depan papan pengumuman sambil terbelalak dan mulut yang sedikit terbuka.
“Ya, kau di terima?” tanya Yunho.
Changmin tidak menjawab. Dia masih saja berdiri mematung.
“Ya, gwaenchana? Kau diterima tidak?” tanya Yunho lagi keheranan dengan sikap Changmin.
Changmin menoleh kaku, lalu menunjuk ke papan pengumuman. Yunho mengikuti arah telunjuk Changmin dan melihat nama Changmin tertera di sana. Air mukanya berubah senang.
“Ya, kau di terima, kau benar-benar lolos,” ujar Yunho sambil menepuk pundak Changmin dengan perasaan senang.
Changmin hanya menunduk.
“Ya, kau diterima, kau seharusnya senang kan?”
Changmin mengangkat wajahnya, air matanya sudah mengalir seperti air hujan. Yunho kaget melihat tingkah Changmin.
“Yunho!!!!” teriak Changmin sambil memeluk Yunho.
Beberapa orang menoleh ke arah mereka. Yunho langsung malu dengan tingkah Yunho. Tapi Changmin mennagis semakin keras. Yunho hanya bisa menepuk-nepuk pundak Changmin. Kehidupan baru mereka pun akan segera dimulai…
**********************************************************************
“Jadi kalian berdua diterima di Universitas Korea?” tanya Paman Jungjin saat Yunho dan Changmin memberitahu Paman Jungjin.
“Geure, benar-benar kejaiban aku bisa masuk kesana paman, kalau Yunho tak perlu kaget begitu Paman,” ujar Changmin.
“Kau benar, aku masih belum percaya kau bisa diterima”
“Mwo ya? Apa aku sebodoh itu?” tanya Changmin.
“Kau sendiri yang selalu bilang otakmu itu lambat, tapi aku senang kalian bisa masuk, kuliahlah dengan baik, jangan permalukan orang-orang yang sudah menerima kalian,”
“Paman ini bicara apa sih?” tanya Changmin.
Mereka bertiga tertawa.
“Lalu apa kau masih akan tinggal di sini?” tanya Changmin.
“Busun?”
“Aku akan menyewa flat, aku ingin hidup mandiri, apa kau masih mau merepotkan Paman?” jelas Changmin.
Paman Jungjin menatap Yunho. Yunho berpikir untuk beberapa saat.
“Ya, kau tahu seberapa besar jasa Paman padaku, apa boleh aku meninggalkannya? Aku akan tetap tinggal di sini dan membantu Paman, kau juga harus membantunya,” ujar Yunho.
“Kau boleh saja pergi kalau kau mau,” kata Paman Jungjin.
“Ani, aku ingin tetap di sini, bagaimanapun juga, Paman sudah merawatku, sekarang giliranku yang menjaga Paman,” kata Yunho ringan.
 “Kau pikir aku ini anak kecil yang harus kau jaga?” tanya Paman Jungjin.
Mereka bertiga tertawa. Tiba-tiba terdengar seseorang masuk ke dapur. Chae Rin datang dengan wajah berseri-seri. Tanpa mengucapkan salam atau apapun dia duduk di sebelah Yunho.
“Bagaimana hasil pengumumanmu?” tanya Chae Rin bersemangat.
“Kami berdua diterima,” jawab Yunho.
“Berdua,” tanya Chae Rin.
“Denganku tentu saja, aku Changmin, annyeong,” jawab Changmin riang.
“Oh, ne, aku Chae Rin,” ujar Chae Rin.
“Kau sendiri?” Yunho balik bertanya.
“Kau tidak akan percaya ini, tapi aku benar-benar di terima, ah, aku benar-benar senang, mulai saat ini kita akan satu universitas, pasti menyenangkan,” kata Chae Rin.
“Geure,” ujar Yunho singkat. Entah kenapa sejak mengetahui tentang ayah Chae Rin, sikap Yunho perlahan berubah terhadap Chae Rin. Dia merasa harus menjaga jarak dengan gadis itu. Mengetahui semua hal itu membuat kepala Yunho sakit.
“Ya, jadi kalian bersenang-senang tanpaku?”
Lee Joon masuk dan bergabung dengan mereka.
“Busun ya?” tanya Chae Rin. “Kami sedang membicarakan tentang pengumuman Universitas Korea,”
“Jadi kau kesini untuk memberitahuku?” tanya Lee Joon.
“Begitulah, sekaligus aku ingin mengejekmu, apa kau tidak ingin kuliah?” tanya Chae Rin.
Yunho beranjak dan membantu Paman jungjin menyiapkan makan malam.
“Apa hidup ini hanya tentang kuliah?” Lee Joon balik bertanya.
“Kalaupun bukan tentang kuliah, apa iya kau akan terus bermalas-malasan?” Chae Rin balik bertanya.
“Apa aku semalas itu? Aku juga sedang memikirkan hal ini, mungkin aku akan ikut pendaftaran gelombang kedua, tunggulah aku pasti akan menyusulmu,” kata Lee Joon.
“Baguslah kalau begitu, sebaiknya kau diterima,” kata Chae Rin. “Jadi kau teman Yunho?” Chae Rin menoleh ke Changmin.
“Ne, kami sangat dekat,” ujar Changmin.
“Ya, kalau kau terus saja bicara seperti itu, aku akan benar-benar menendangmu keluar,” ujar Yunho.
“Wae? Dia sepertinya sangat manis,” kata Chae Rin.
“Geure, ya Yunho, dengar itu? Aku in sangat manis, aku juga heran kenapa kau selalu mengejekku, “
“Mwo ya? Aku benar-benar takut padamu sekarang,”
Mereka semua tertawa. Pembicaraan kecil itu berlangsung sampai beberapa saat kemudian. Tanpa saling menegtahui, setiapa dari mereka memperhatikan satu sama lain. Beberapa sempat mencuri pandang dan memperhatikan. 

to be continued....

0 komentar:

Posting Komentar

 

Popo.. The Kite Runner Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea