Kenapa Dong Hae ada disana? ini lanjutannya In My dream part 2... Have a nice reading... ^^
Taman.
Aku masih terisak saat
kami duduk di taman. Dong Hae memberiku sebotol air mineral. Aku hanya
memegangnya. Aku tidak bisa memikirkan apa-apa sekarang.
“Ya, kenapa kau tidak
meminumnya, itu adalah minuman berharga dariku,”
“Mwo ya? Ini kan hanya
air mineral?”
“Apapun yang berasal
dari Lee Dong Hae akan menjadi benda yang sangat berharga,”
“Apa-apaan itu?
Gumawo,”
Dong Hae hanya
menatapku. Aku memandang sepatuku. Kami berdua terdiam.
“Apa yang dia inginkan?
Kenapa dia melakukan hal itu? Kenapa dia tidak mengatakan padaku saja kalau dia
ingin berpisah? Kenapa harus dengan cara seperti ini? Apa dia tidak bisa
menghargaiku sedikit saja? Kenapa harus seperti ini?” air mataku kembali
mengalir. Kali ini aku hanya terisak pelan. Aku sebenarya tidak ingin menangis.
“500 won,”
“Ng??”
“Kau harus membayarku
500 won karena kau sudah menangis di pundakku, dan kapanpun kau menangis di depanku,
kau harus membayarku 500 won, araji?”
“Apa itu? Memangnya kau
ini mesin minuman? Kenapa aku harus membayarmu?”
“geurom, aku adalah
mesin minuman, jadi kau harus membayar,”
“Aku lebih baik tidak
menangis daripada harus membayarmu 500 won, huh,”
“Makanya kau jangan
menangis,” kata Dong Hae pelan.
“Wae yo?”
“Jangan salah paham,
kau tidak tahu, kau jelek sekali saat menangis, kau tidak kasihan pada
orang-orang yang melihatmu?”
“Mwo? Kenapa kau ini
selalu mengejekku?”
“Karena kau bodoh,” dia
tertawa. Entah saat dia tertawa, dia terlihat lebih baik.
*****************************************************************
Aku masih belum bisa
menghubungi Kai. Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal padanya. Kami
sudah berteman sangat lama, aku tidak ingin persahabatan kami berhenti begitu
saja. Aku berjalan ke arah ruang olahraga. Pelajaran olahraga sudah selesai,
aku masih memakai pakaian olahragaku.
“Ya, kau yang disuruh
Pak Kim kemari?” tiba-tiba seorang guru memanggilku.
“Ne??”
“Sudah cepat, ambil
bolanya dan bermainlah dengan baik,”
Pak guru itu meniup
peluit saat aku bahkan tidak mengerti apa yang terjadi. Dan saat itu juga aku
berada dalam sebuah permainan basket.
Aku masih belum menyadari situasiku saat tiba-tiba seseorang merebut bola dari tanganku.
Akupun berusaha keluar dari lapangan. Tapi seseorang mengoper bola padaku. Aku
tidak tahu apa yang kulakukan. Seseorang menyuruhku untuk mendrible bola. Saat
itulah untuk pertama kalinya setelah 4 tahun aku berlari sambil mendrible bola.
Aku pernah takut untuk bermain bola basket karena aku penah hampir membuat
lubang di kepalaku gara-gara bermain basket. Sejak saat itu aku begitu membenci
basket yang sangat kusukai. Aku pernah bercita-cita menjadi atlet basket
nasional di negeri ini. Tapi kemudian aku menguburnya dan melupakan basket.
Tapi ternyata aku sangat merindukan permainan itu. Dan kini setelah sekian lama
aku bermain basket lagi. Rasanya seperti hidup kembali. Selalu menyenangkan
untuk bermain basket. Tim kami menang pada akhir pertandingan.
“Baiklah, pengumuman
akan keluar minggu depan, kalian telah bekerja keras, beristirahatlah dengan
baik,”
Apanya yang pengumuman?
“Pengumuman apa?”
tanyaku pada seorang yeoja di sampingku.
“Mollaseoyo? Tentu saja
pengumuman siapa yang bisa masuk tim inti basket sekolah kita, kau berharap
bisa masuk kan? Aku sangat berharap bisa masuk, ah, Kang Hye Ri imnida, kau?”
“Ah, Shin Ji Hyun eyo,
mollagesoyo, aku hanya mampir tadi,” jadi ini seleksi untuk masuk tim inti? Apa
yang sudah kulakukan?
“Kau hanya mampir tapi
bermain sangat mengesankan, bagaimana bisa?”
“Jjinjja?”
“Jongmal yo, kau di
asrama mana?”
“Aku asrama 2,”
“Nado, gachi ga yo?”
“Oh, ne, kajja,”
Kami mengobrol banyak
saat perjalanan kembali ke kamar. Dia ternyata pemain basket pro saat SMP. Dia
terlihat seorang yang baik. Dia ada di kelas sebelah dan kami berjanji akan
berlatih bersama. Aku akan bermain basket lagi, gwaenchana??
Aku sedang mengerjakan
PR ku di kelas pagi ini. Aku kecapekan gara-gara bermain basket. Aku langsung
tidur semalam. Aku tak sempat mengerjakan PR ku. Tiba-tiba Hyuk Jae datang
mengagetkanku.
“Ya, Ji Hyun, kau ikut
seleksi tim basket inti, kenapa tidak bilang padaku??”
“Oh, itu, aku..,”
“Gwaenchana, aku senang
kau ikut. Ya, kita bisa berlatih bersama,”
“Ah. Geureyo,”
Aku kembali mengerjakan
PR ku. Hari ini kelas terasa membosankan. Entah apa yang dijelaskan oleh Pak
Guru Angker itu. Sepertinya dia hanya berteriak-teriak saja dari tadi. Aku
menoleh ke belakang melihat Dong Hae. Dia tidur. Hyuk Jae juga hampir tertidur.
Kelas sunyi senyap, hanya suara Pak Guru Angker itu yang menggelegar ke seluruh
kelas. Kenapa lama sekali kelas berakhir? Kelas berikutnya juga sama saja. Aku
tidak tahu nama guru yang mengajar, tapi sepertinya dia mengajar sastra, dia
membaca puisi yang sangat aneh. Dia juga menyuruh kami membuat puisi tentang
kacang tanah. Dia pikir kami semua ini petani?
Akhirnya setelah
serangkaian kebosanan, kelas pun berakhir. Aku bernafas lega. Sepertinya semua
siswa melakukan hal yang sama. Aku tidak tahu apa yang ingin kulakukan hari
ini. Aku berjalan menyusuri jalan di pinggir lapangan sepak bola. Sudah hampir
musim gugur tapi kenapa masih panas sekali? Aku berusaha menelepon Kai, tapi
masih tetap tidak bisa. Aku belum menceritakan hal ini pada Sulli dan Henry.
Aku tidak ingin mereka tahu. Aku ingin menyelesaikan semua ini sendiri.
Akhirnya hari itu aku
hanya tenggelam dalam laptopku. Aku melihat beberapa foto saat kami masih SMP,
ada aku, Sulli, Henry, dan Kai. Aku merindukan masa-masa itu. Saat kami masih
bersama-sama. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, tak ada seorangpun dikamar ini
selain aku, aku menuruni tangga dan membuka pintu. Kang Hye Ri berdiri dengan
senyum lebar, dia memakai seragam olahraga.
“Annyeong! Wae kau
masih disini? Hari ini pengumuman siapa yang lolos masuk tim inti, ayo kita ke
gedung olahraga,”
“Jigeum? Kupikir masih
lama, ne, aku pakai sepatuku dulu, apa perlu aku berganti seragam olahraga?”
aku hanya memakai kaos dan celana pedek saat itu.
“Ah, tidak perlu,
pallee,”
“Ne,”
Aku memakai jaket dan sepatuku.
Kami pergi bersama-sama ke gedung olahraga. Hari sudah hampir malam ternyata.
Kenapa cepat sekali. Sekolah kami ramai saat malam. Beberapa siswa lebih
memilih aktivitas di malam hari dengan alasan panas saat siang hari. Beberapa
siswa sudah berkumpul di lapangan basket. Ada Hyuk Jae juga, dia melambai
padaku. Aku hanya tersenyum. Dia terlihat bersemangat sekali. Akankah aku masuk
tim inti? Aku takut memulai semua ini, bayangan itu tidak pernah bisa hilang
dari kepalaku.
Kami berbaris di tengah
lapangan basket dan mendengarkan instruksi dari pelatih. Hanya 12 orang yang
akan terpilih dari keseluruhan 30 siswa yang ikut seleksi. 6 dari siswa
laki-laki dan 6 dari siswa perempuan. Entah aku ingin terpilih atau tidak. Aku
ingin bermain basket, tapi aku masih benar-benar belum bisa menghapus luka itu.
Bahkan sampai sekarang bekas lubang di kepalaku masih sering sakit. Aku takut,
aku benar-benar takut. Bayangan aku tergeletak di tengah lapangan dengan darah
mengalir deras dari kepalaku masih sangat melekat.
Pelatih mulai
mengumumkan nama-nama siswa yang terpilih masuk tim inti. Aku tidak begitu
memperhatikan. Aku sibuk dengan pikiran dan ketakutanku. Apa sebaiknya aku
mengundurkan diri? Kenapa juga kemarin aku ke gedung olahraga? Dan siapa Pak
Kim ynag menyuruhku untuk berman basket? Semua ini aneh. Aku sudah bertekad
untuk tidak mengikuti apapun, tapi kenapa semuanya jadi seperti ini?
“Kang Hye Ri, kau masuk
tim inti,” kata pelatih.
Muka Hye Ri menjadi
sangat cerah. Dia memelukku. Ternyata pelatih sudah mengumumkan siswa perempuan
yang masuk tim inti.
“Kau dengar itu, aku
masuk tim inti,”
“Ne, chukkae yo,”
“Dan yang terakhir
masuk tim inti perempuan adalah Shin Ji Hyun,”
Aku sangat terkejut.
“Jeoneun??”
“Ne, semoga kalian bisa
bekerja sama untuk menang dalam turnamen nanti, latihan akan dimulai satu
minggu lagi, persiapkanlah diri kalian”
Hye Ri kembali
memelukku. Aku masih berdiri mematung. Kenapa aku terpilih?
“Kau dengar itu Ji
Hyun? Kita masuk tim inti. Kita akan bermain basket bersama, pasti akan sangat
menyenangkan, ne?”
“Oh. Ne,”
“Ya, Ji Hyun-aa, kita
akan berlatih bersama mulai sekarang, kita tim inti,” Hyuk Jae datang dan
memukul lenganku pelan.
“Kau juga masuk tim
inti?”
“Kau kemana saja? Aku
adalah yang pertama masuk tim inti, kau tidak dengar tadi?”
“Oh, aku sepertinya
terlalu gugup tadi, chukkae yo,”
Aku berjalan menyusuri
jalan setapak di sebelah lapangan sepakbola. Seharusnya aku kembali ke asrama
bersama Hye Ri, tapi dia tiba-tiba harus ke perpustakaan. Aku menelepon
eonnieku.
“Ya, Ji Hyun-aa, kenapa
baru sekarang menelepon?? Kau tahu betapa aku ingin mendengar suaramu! Kau
belum menceritakan apapun tentang sekolahmu. Kau sekamar dengan siapa?
Bagaimana guru disana? Apa kau pernah dihukum? Apa kau sudah menemukan seorang
pria disana? Ya, kenapa kau diam saja?” suara eonni terdengar sangat keras. Dia
memang sangat cerewet.
“Ya eonnie, aku harus
menjawab pertanyaan yang mana dulu? Kau seperti polisi, ka uterus bertanya
seperti burung beo, naneun bogoshippo yo,”
Eonnie terdiam. Tidak
ada yang bicara diantara kami untuk beberapa saat.
“Nado, eomma sangat
merindukanmu, appa juga, kau sehat kan?”
“Hemm. Eonnie?”
“Ne?”
“Kau ingat saat aku
hampir mati karena terjatuh saat bermain basket?”
“Ne, kau seperti bisa
mati kapanpun. Kau tahu betapa khawatirnya aku? Aku menangis selama tiga hari
di pangkuan eomma karena kau tak kunjung sadar, saat itu aku berani bertukar
apapun asal kau bisa sadar kembali. Dan setelah kau sadar, kami semua sangat
lega. Sejak saat itu kami melarangmu bermain basket. Dan saat kau melihat bola
basket kau akan menangis sampai menjerit-jerit. Ayah melarangmu untuk bermain
basket sampai bilang ke guru agar mengizinkanmu tidak mengikuti basket. Wae?
Kenapa kau bertanya tentang ini?”
Tak terasa air mataku
sudah mengalir. Aku berusaha untuk tidak terdengar seperti menangis.
“Aniyo. Eonnie, kadang
aku sangat ingin bermain basket, arayo?”
“Ji Hyun-aa.
Gwaenchana? Apa ada yang terjadi?”
Eonnie benar-benar bisa
membaca suasana dengan baik.
“Opseoyo, lagipula apa yang
bisa terjadi? Naneun gwaenchana, jongmal gwaenchana.” Aku menghapus air mataku.
“Eonnie, saranghae.”
“Mwo ya? Kau ini kenapa
sih?”
“Ani. Eonnie, aku akan
mengikuti kata hatiku. Aku harus mandiri dan jadi diriku sendiri kan? Aku tidak
ingin jadi bayangamu terus, aku juga bisa hidup tanpa kau yang membantuku,
kekekeke,”
“Kau ini benar-benar,
kau tahu, aku sering tidur di kamarmu, aku benar-benar kesepian di rumah.
Pulanglah di akhir pekan, aku rindu ingin menjahilimu,”
“Ya, kenapa kau suka
sekali menyiksaku? Kau menyuruhku pulang hanya untuk kau siksa? Seharusnya kau
yang mengunjungiku, kenapa tidak ada yang mengunjungiku?”
“Kau ini. Kau ingin
bicara dengan eomma atau appa? Mereka sedang nonton televisi sekarang,”
“Aniyo, aku hanya ingin
ngobrol denganmu. Aku akan menelepon mereka nanti.
Kami diam beberapa
saat.
“Ji Hyun-aa,”
“Ne?”
“Kalau kau ingin
bermain basket lagi, kau main saja. Siapa yang peduli dengan lubang di
kepalamu, bukankah itu impianmu?”
“Eonnie,” aku sangat
terkejut mendengar perkataan eonnie.
“Naneun ara yo, kau
selalu ingin bermain basket, kau memang masih takut, tapi bukankah ketakutan
harus dihadapi? Kau tidak boleh kalah oleh ketakutan, dengarkan hatimu,”
“Eonnie, mollayo, aku
masih belum tahu, tapi mungkin aku akan memikirkannya, bagaimana kau bisa
tahu?”
“Kau tahu akau ini
selalu tahu, Ji Hyun-aa, hwaiting!!!”
“Ya, kau ini kenapa?
Kenapa tiba-tiba aneh?”
“Aishh, kau ini,
bukankah kau yang mulai?”
Beberapa saat kemudian
kami masih bertengkar dan saling mengejek. Aku tidak tahu kalau seseorang
mendengarkan pembicaraan kami. Aku sedikit lega bisa bercerita pada eonnie, dan
mungkin aku bisa memulainya sekali lagi.
*******************************************************************
Aku sedang mengobrol
dengan Hyuk Jae di kantin saat tiba-tiba seorang jeoya berlari ke arah meja
kami.
“Ya, kau lihat Dong Hae
Oppa? Dimana dia?”
Aku dan Hyuk Jae saling
menatap. Kenapa yeoja ini?
“Mollayo, nugu ya?”
Bukannya menjawab dia
malah melotot ke arahku.
“Mollagesoyo?” dia
tiba-tiba melakukan tarian yang menurutku agak aneh.
Aku dan Hyuk Jae
kembali saling menatap.
“Kau masih juga tidak
tahu? Jongmal mollagesoyo? Aigo, aku tidak percaya ini, kau benar-benar tidak
tahu siapa aku? Bagaimana bisa ada yang tidak tahu siapa aku, kau dari planet
mana?”
“Mianhae, tapi aku
benar-benar tidak tahu kau ini siapa,” kata Hyuk Jae.
“Kalian tidak tahu
internet itu apa? Kalian tidak pernah menonton televisi? Apa kalian tahu Kim Ha
Ra?”
Aku dan Hyuk Jae
menggeleng dengan penuh kepolosan. Aku benar-benar tidak tahu siapa dia ini.
“Ah, lupakan,”
“Ha Ra-aa, kenapa kau
disini? “
Tiba-tiba Lee Dong Hae
datang.
“Oppa-aa!!!” yeoja itu
berteriak manja dan menggelayut di lengan Lee Dong Hae. Apa-apaan sih yeoja
ini? “Kenapa tidak menjawab teleponku??”
“Apa aku harus menjawab
teleponmu? Sudah sana pulang, kalau ketahuan bisa ada masalah,” Dong Hae
mendorong yeoja itu keluar dari kantin.
Kenapa yeoja itu aneh
sekali? Aku dan Hyuk Jae melanjutkan makan kami sambil mengobrol tentang latiha
basket dua minggu lagi. Aku masih tetap takut dan bimbang untuk bermain basket
lagi. Aku takut appa akan menentangku. Karena dari semua orang yang paling
menentagku bermain basket adalah appa. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa ikut
seleksi itu. Rasanya semua ini aneh.
Sulli mengajakku keluar
sore itu. Aku setuju saja dengan idenya. Dan disinilah kami sekarang. Mandi uap
di sauna. Wah, menyegarkan sekali.
“Kenapa mengajakku
kesini?”
“Wae? Kau tidak suka?
Aku hanya rindu padamu, kita jadi jarang pergi sekarang,”
“Ne, kau benar,”
“Ada berita apa di sekolahmu?
Apa ada cowok tampan disana?”
“Kau bisa memili
sesukamu, cowok-cowok disana sangat tampan dan penuh gaya, aku saja sampai
heran,”
“Wah sepertinya
menyenangkan juga di sana, ah, ne, kabar Kai bagaimana?”
Aku yang sedang makan
telur langsung tersedak. Ah, kenapa Sulli bertanya tentang itu? Aku harus jawab
apa?
“Oh, dia.. dia sedang
sangat sibuk dengan kegiatan barunya, aku jarang bertemu dengannya, iya
begitulah,”
“Apa maksudmu
begitulah? Kalian baik-baik saja kan? Hanya saja aku jarang mendengar kabar
darinya,”
“Ne, kami baik-baik
saja, dia sibuk jadi agak jarang menghubungi kita,”
Aku berusaha
memperlihatkan kalau kami baik-baik saja. Jadi Kai juga tidak menghubungi Sulli
dan Henry. Apa yang harus kulakukan?
“Ah Ji Hyun-aa, apa
benar Lee Dong Hae sekelas dengamu? Ceritakan padaku dia seperti apa?”
“Ah, dia biasa saja,
dia sanagt terkenal di sekolahku, banyak yeoja mengejarnya, dia duduk di
belakangku, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku selalu punya banyak
hal yang kupikirkan saat bertemu dengannya, tapi saat benar-benar bertemu
dengannya aku tidak tahu harus bagaimana, aku tidak pernah benar-benar ngobrol
dengannya,” aku sedikit berbohong pada Sulli, kenyataannya dia pernah memelukku
di pusat perbelanjaan.
“Ne, kau benar, akan
sangat membingungkan saat bertemu idola, apa dia benar-benar tampan sepert di
televisi,”
“Ummm, sepertinya dia
lebih tampan di dunia nyata, bahkan dia sangat tampan, dia benar-benar memiliki
charisma, dia sangat menawan, kau harus melihatnya sendiri,”
“Ya, kau tidak benar-benar
terpesona olehnya kan?”
“Mwo? Ani, aku hanya
menyukainya sebagai idolaku, kenapa aku harus menyukainya?”
“Geure, kau jangan
benar-benar menyukainya, pasti akan banyak masalah,”
“Mwo ya?”
Setelah dari sauna, kamu
pergi ke toko buku. Kami memang sering ke toko buku, kami bukannya ingin
membeli buku, kami hanya menumpang membaca di sana. Kami sedang asyik membaca
buku saat aku melihat Kai dengan seorang yeoja.
To be continued...
0 komentar:
Posting Komentar