apa yang akan dilakukan ji Hyun? Ayahnya terus menerus menolak penjelasannya... Here, In My Dream Part 9//
Eomma datang sambil membawa
minuman dan makanan.
“Kemana ayahmu? Ada apa? Kau
terlihat aneh?”
Aku tidak menjawab dan hanya
duduk di sofa. Aku diam untuk beberapa saat. Eomma meletakkan bawaannya di meja
dan duduk di sampingku. Dia membelai rambutku pelan.
“Sudahlah, pelan-pelan dia akan
mengerti, kau yang sabar saja,”
“Tapi eomma, appa bahkan tidak
mau mendengarkanku,” aku diam sebentar dan menoleh menatap eomma. “Eomma! Kau
sudah tahu? Kau tidak marah?”
Eomma tersenyum, “Untuk apa aku
marah? Kalau aku marah apa kau akan berhenti? Aku sangat tahu watakmu itu, jadi
percuma saja aku marah,”
Entah kenapa aku tiba-tiba
memeluk eomma.
“Gomawoyo eomma, aku senang
sekali, gomawoyo,”
“Anak nakal!” eomma membelai
rambutku pelan.
“Tapi, kapan appa akan mengerti?
Dia sangat marah,”
“Tenanglah, kau tahu appamu itu
seperti apa, dia akan memahaminya kelak, mungkin akan sedikit lama, tapi dia
akan memahaminya,”
Aku mengangguk. Aku ingin tinggal
sedikit lebih lama di rumah, tapi dengan kemarahan appa, lebih baik aku kembali
ke sekolah saja. Eomma berkali-kali memaksaku untuk tinggal, tapi aku menolak.
Lebih baik untukku menjaga jarak dengan appa. Aku turun dari bus dan berjalan
menuju sekolahku. Aku memutuskan untuk tidur saja. Hari ini tidak ada latihan
dan dengan kakiku yang masih sedikit perih, aku tidak bisa melakukan banyak.
Aku berjalan menyusuri jalan setapak di pinggir lapangan bola. Sedang ada
latihan dari tim sepak bola. Beberapa murid yang menonton saling memberi
semangat. Tiba-tiba aku melihat Dong Hae. Aku ingin memanggilnya saat aku
melihat dia sedang berbicara dengan Kim Ha Ra. Aku mengurungan niatku dan
bersembunyi di balik dedaunan. Samar-samar aku mndengar pembicaraan mereka.
“Sudah kubilang kau pulanglah,
kalau ketahuan bisa dapat masalah,” kata Dong Hae.
“Shiro! Aku tidak akan pulang
sebelum Oppa menyetujui operasi itu,”
“Itu bukan urusanmu, sudahlah,
aku ada persiapan untuk acara nanti malam,”
“Tapi kau belum boleh bernyanyi
sampai kau dioperasi,”
Mwo ya? Dong Hae tidak boleh
bernyanyi?
“Mau bernyanyi atau tidak, itu
terserah aku,”
“Oppa!!! Kenapa tidak pernah
mendengarkanku? Aku sangat khawatir padamu, aku benar-benar tidak bisa
membiarkanmu bernyanyi sekarang, apa pentingnya acara itu??”
“Bagiku acara itu sangat penting,
karena acara itulah aku mulai bernyanyi,”
“Kalau memang begitu.. Tapi aku
benar-benar tidak bisa membiarkanmu bernyanyi sekarang,” Suara Kim Ha Ra
sedikit meninggi.
Dong Hae diam. Mereka berdua
diam. Aku diam. Jangan-jangan.
“Kenapa kau menyukaiku?”
Mwo??? Kim Ha Ra menyukai Dong
Hae?
“Molla, aku hanya tau itu terjadi
begitu saja. Sejak aku kecil Oppa selalu ada disisiku, bahkan sampai aku
dewasa, Oppalah yang ada disisiku, hanya Oppa satu-satunya pria yang ada
disisiku.” Suaranya terdengar bergetar.
“Jadi itu alasannya?”
“Ne! Itu alasannya!”
“Tapi apa kau tahu? Aku senang
karena Oppa yang selalu disisiku dan bukan orang lain,”
Aku melihat kearah mereka.
Kulihat Dong Hae menggenggam tangan Kim Ha Ra dan dia tersenyum menatap Kim Ha
Ra. Apa ini?
“Gumaptago,”
“Karena aku menyukaimu?”
“Gomaptago, karena kau yang
pertama kali memberitahuku tentang acara ini,”
Setelah itu Dong Hae berbalik da
meninggalkan Kim Ha Ra. Kim Ha Ra hanya diam di sana. Aku juga hanya
bersembunyi dibalik dedaunan itu dan berdiri tidak melakukan apa-apa. Jadi Kim
Ha Ra dan Dong Hae adalah sahabat sejak kecil. Pasti dia tahu banyak soal Dong
Hae. Dan entah kenapa tiba-tiba aku merasa iri pada Kim Ha Ra. Ah, apa sih yang
kupikirkan? Itu kan urusan mereka. Ah
iya, acara apa yanga akan dihadiri Dong Hae malam ini? Apa acara pencarian
bakat itu? Acara putaran final pertama akan diadakan malam ini. Dong Hae dulu
juga adalah pemenang acara pencarian bakat ini. Apa dia akan tampil di acara
itu? Apa sebaiknya aku datang dan melihatnya?
Aku benar-benar disini sekarang.
Duduk diantara penonton yang menyaksikan acara putaran final pencarian bakat ini.
benar-benar sangat ramai disini. Dari tadi kudengar mereka membicarakan Dong
Hae. Semoga dia benar tampil di acara ini, jangan samapai aku salah acara.
Setelah beberapa saat, acara dimulai pembawa acara sudah diatas panggung dan
membuka acara, memeprkenalkan para juri, dan juga memperkenalkan para finalis.
Teriakan dari para pendukung masing-masing finalis sangat ramai sekali.
Sementara aku hanya ikuta-ikutan tepuk tangan.
“Baiklah pemirsa dan penonton
disini, sebagai pembuka acara, akan hadir seorang penyanyi terkenal, dia juga
adalah pemenang ajang pencarian bakat ini tiga tahun yang lalu saat usianya
baru 12 tahun. Kalian pasti tahu siapa dia, baiklah, tak perlu menunggu lama
lagi, kita sambut Lee Dong Hae!!”
Lampu studio berubah menjadi
gelap. Hanya beberapa lampu ynag menyinari beberapa sisi panggung. Dan
tiba-tiba suara gemuruh penonton memenuhi studio tempat acara berlangsung.
Mereka meneriakkan nama Dong Hae dan bertepuk tangan keras-keras. Sebuah music
mengalun pelan dan bersamaan dengan lampu sorot di tengah panggung, Dong Hae
muncul dan menyanyikan lagu andalannya yang berjudul In My Dream.
Mungkin hanya aku yang tidak
berteriak. Mungkin hanya aku yang tidak bertepuk tangan. Karena aku hanya diam
dan terpana melihat Dong Hae bernyanyi. Entah kenapa ada yang berbeda dari
biasanya. Kali ini dia sangat menghayati lagu yang dia nyayikan. Lagu ini
menceritakan tentang impiannya yang indah, impian yang terlalu indah. Apa ini?
Dong Hae seperti sedang berbicara kepada penonton bahwa impiannya sangat indah
dan dia ingin sekali membuat impiannya jadi nyata. Suaranya yang indah dan
jernih mampu menggetarkan hati setiap penonton disini. Saat dia bernyanyi,
hampir tak ada suara selain suaranya. Apa ini isi hatinya yang terdalam?
Mengingat semua kejadian yang terjadi padanya, apa dia ingin menyampaikan suatu
pesan kepada penontonnya?
Aku sempat mengambil sebuah
gambarnya saat bernyanyi. Dan suara gemuruh tepuk tangan memenuhi studio saat
dia membungkuk dan mengucapkan terimakasih saat lagunya selesai. Banyak penonton
yang berdiri dan meneriakkan namanya. Aku masih terpaku di tempat dudukku.
“Tepuk tangan yang meriah untuk
Lee Dong Hae!!!” kata pembawa acara sambil memasuki panggung.
“Khamsahamnida,” kata Dong Hae.
“Penampilan yang sangat memukau
Dong Hae-ssi, sangat berbeda, seperti ada sesuatu yang tersimpan didalamnya,
apa kau sedang merasakan sesuatu?”
“Ah, ani, aku hanya teringat saat
aku berdiri di panggung ini beberapa tahun yang lalu, aku seperti menjadi
peserta lagi, “
“Hahaha, benar, dulupun kau
sangat memukau, apa kau ada rencana mengeluarkan album baru?”
Belum sempat menjawab, Dong Hae
tiba-tiba terbatuk-batuk. Aku tersentak dari kursiku. Apa ada masalah dengan
tenggorokannya?
“Ah, Dong Hae-ssi, gwaenchana?”
tanya pembawa acara cemas.
“Ah, ne, gwaenchana.
Jeoseonghamnida. Mungkin ada rencana untuk album baru, aku sudah menyiapkan
beberapa lagu baru,”
“Ah, bagus sekali, pasti
penggemarmu tidak sabar menunggu album barumu,”
Studi bergemuruh lagi.
“Apa kau ada pesan untuk para
peserta?”
“Ne, lakukan yang terbaik dan
jadilah yang terbaik, tetap berjuang semuanya, itu saja,” kata Dong Hae, dia
terlihat seperti menahan sakit.
“Tetap berjuang. Baiklah
penonton, itu dia penampilan dari Lee Dong Hae, dan kita akan segera memasuki
acara yang sesungguhnya,” pembawa acara terus berbicara sementara Dong Hae
meninggalkan panggung.
Aku juga meninggalkan tempat
dudukku. Aku keluar dari gedung salah satu saluran televisi itu. Tiba-tiba
ponselku bordering.
“Yoboseyo?”
“Ya Ji
Hyun-aa, Lee Dong Hae daebak! Dia seperti malaikat yang bernyanyi diatas
panggung,” suar Sulli langsung memenuhi telingaku.
“Geure, aku juga melihatnya,”
“Tentu
saja kau melihatnya, kau ada di studio tempat dong Hae tampil kan?”
“Ya, eohtokke ara?”
“Tentu
saja aku tahu, kamera merekam wajahmu yang melongo melihat Dong Hae bernyanyi,
kau bahkan tidak berkedip, apa dia sangat bagus dilihat dari sana?”
“Geure? Aku terekam kamera?”
“Benar, dalam televisi kau sperti terhipnotis olehnya,”
“Tapi itu memang benar, dia
sangat memukau, aku tadi bermaksud mengajakmu, tapi tidak jadi,”
“Wae??
Aku kan juga ingin melihatnya,”
“Haha, lain kali saja, aku harus
pulang,”
“geure, kau hati-hati ya,”
Aku berjalan pelan ke halte bus.
Sebenarnya apa tujuanku melihat Dong Hae? Apa untuk memastikan dia baik-baik
saja? Kenapa aku ini? Kenapa aku selalu memikirkannya? Kenapa otakku dipenuhi
olehnya? Apa sih yang ada di kepalaku ini? Ingat Shin Ji Hyun, dia itu artis
terkenal, kau mau apa sebenarnya?
“Kau bisa menabrak pejalan kaki
yang lain kalau berjalan dengan tatapan kosong seperti itu,” tiba-tiba sebuah
suara mengagetkanku.
“Oh??” aku menoleh dan kulihat
Dong Hae berdiri di samping mesin minuman. Dia memakai topi dan kacamata hitam.
Orang lain mungkin tak mengenalnya, tapi aku tahu itu dia.
“Selalu saja menggerutu,”
“Ya, kenapa kau di sini? Bukankah
kau seharusnya bersama tim mu?”
“Aku datang ke acara ini karena
melarikan diri dari tim ku, mereka melarangku untuk datang, tapi aku tetap
datang,”
“Jadi sekarang kau bersembunyi
dari mereka?”
Dia tersenyum dan mengangguk.
“Cih, dasar, kau mau kembali ke
sekolah?”
Dia hanya mengangkat bahu. “Pasti
di sekolah banyak orang suruhan Manajer yang mencariku, lebih baik kita ke
tempat lain saja,”
“Kita?”
“Benar, kau dan aku,”
“Wae? Kenapa tidak kau sendiri
saja? Aku mau kembali ke sekolah,”
Namun aku tiba-tiba teringat
sesuatu.
“Ah, aku tahu, kita ke Sungai Han
saja,”
“Mwo? Mau apa kesana?”
Aku tak menjawab dan menarik
tangan Dong Hae menuju halte. Kami menunggu bus beberapa saat dan menuju ke
Sungai Han. Sungai Han sudah cukup ramai, beberapa orang beralalu lalang di
sana, dan di pinggir sungai, orang-orang sudah duduk dan bersiap melihat
pertunjukan.
“Apa yang kita lakukan disini?”
“Sudahlah, duduk saja disini,”
aku duduk diatas rerumputan.
Dong Hae pun ikut duduk di
sampingku. Dia melihat sekeliling. Apa dia belum pernah kesini? Dan dimulailah
acara pertunjukan kembang apinya. Kembang apai di sini benar-benar bagus.
Berbagai macam warna dan bentuk. Kembang apinya juga sangat besar.
“Uwaaaa!!! Daebak!!!” kulihat
mata Dong Hae terbelalak melihat kembang api itu. Wajahnya benar-benar terpana.
“Uwaa!!’ aku bertepuk tangan.
Kembang api mulai membentuk
berbagai macam bentuk. Ada yang seperti air mancur, seperti hujan,
bintang-bintang, dan masih banyak lagi.
“Ya, lihat! Lihat yang itu,
seperti komidi putar,” aku menunjuk sebuah kembang api yang besar.
Dong Hae benar-benar terkesima
melihat kembang apinya. Cih, apa dia tidak pernah kesini sebelumnya? Kasihan
sekali hidupnya.
“Jjinjja yeopputa, ji?”
“Ne, ini benar-benar ajaib, apa
selalu seperti ini?”
“Ya, apa kau belum pernah kemari?
Aku bertaruh setiap tahun orang kesini dan melihatnya,”
“Benarkah? Kalau begitu kurang
kerjaan sekali mereka ini?”
“Lalu kau apa?”
Dong Hae menatap kembang api yang
semakin membuat angkasa terang dan penuh asap.
“Apa kau sering kemari?”
“Geurom, kami sering kemari untuk
melihat kembang api, bahkan terkadang kami membawa bekal,”
“Kami?”
“Ne, keluargaku, Sulli, Henry,
kami sering kemari dan berkumpul bersama,”
“Apa menyenangkan?”
“Ne?”
“Berkumpul bersama keluarga itu?
Apa menyenangkan?”
“Kenapa kau bertanya? Tentu saja
menyenangkan..” kata melambat di akhir kalimat.
Dong Hae diam.
“Kau juga bisa merasakannya, kau
hanya perlu menemui mereka, dan mengajak mereka kemari,”
“Untuk apa? Buang-buang waktu
saja,”
“Cih, itu urusanmu, terserah kau
mau apa,” aku mendengus kesal. Dia ini benar-benar kepala batu.
“Kau tadi datang?”
“Oh? Oh.. Itu, aku hanya datang
itu saja,”
“Apa kau sangat terpukau
melihatku?”
“Ne?? Jangan harap!”
“Buktinya kau berdiri seperti
patung melihatku,”
“Mwo ya??? Geurende, kau
sepertinya kesakitan tadi,”
“Hanya tersedak sedikit,”
“Tapi kau benar-benar harus
memikirkannya, segeralah operasi, agar semua menjadi lebih baik, kalau kau
terus seperti ini, bisa terjadi hal yang lebih buruk lagi,”
“Aku baik-baik saja, kenapa kau
ini cerewet sekali?”
“Apanya yang baik-baik saja?
Bagaimana kalau kau tidak bisa bernyanyi? Itu tidak boleh terjadi,” aku ngotot
bicara padanya.
“Wae? Aku bisa duduk dibangku penonton
dan bisa melihat seseorang bernyanyi,”
“MWO YAAA?????”
Dia kaget mendengarku berteriak.
“Kau itu milik panggung,
bagaimana bisa kau duduk dibangku penonton????”
Aku berdiri dan meninggalkannya.
Kepalanya itu terbuat dari apa sih? Kenapa dia keras kepala sekali? Kenapa
tidak memikirkan masa depannya? Kenapa hanya memikirkan egonya sendiri?
“Ya, kau mau kemana? Kembang
apinya belum selesai,”
Dong Hae berlari mengejarku. Aku
tidak menoleh. Namun akhirnya dia berhasil menarik tanganku.
“Ya, kenapa kau marah?”
“Habisnya.. Habisnya kau tidak
mengerti, kenapa kau ingin membuang impianmu?”
“Kenapa? Kenapa kau begitu peduli
dengan semua yang terjadi padaku?”
“Molla, hanya saja melihatmu
menyia-nyiakan impianmu, apa tidak cukup untuk membuatku marah padamu? Kau yang
membuatku ingin menggapai impianku, kau terus memberiku semangat, kenapa kau
sendiri malah menyia-nyiakan yang kau punya?”
Aku menunduk menatap kakiku. Dong
Hae hanya diam menatapku. Lagi-lagi aku berbicara yang tidak-tidak.
“Gumapta, kau sudah begitu peduli
padaku, tapi biarlah aku mengurus semua ini, kau jangan cemas,”
Kami hanya diam sepanjang
perjalanan pulang kembali ke sekolah. Aku benar-benar bingung dengan sikapnya.
Aku lebih bingung lagi dengan sikapku. Kami duduk berjauhan saat di dalam bus.
Entahlah apa yang harus kulakukan. Perjalanan ke sekolah sepertinya sangat
lama. Aku ingin cepat sampai kamarku dan tidur. Seharian ini sangat melelahkan.
Aku harus berhadapan dengan appa, aku harus bertengkar dengan Dong Hae, apa
lagi?
Kami memasuki gerbang sekolah.
Aku harus belok ke kanan untuk menuju ke asrama.
“Gumaptago, berisitirahatlah,”
kata Dong Hae.
“Ne, kau juga, aku pergi,”
Kamipun berpisah dengan pikiran
yang becampur aduk di kepala kami. Apa yang akan terjadi nanti, kami sama-sama
tidak pernah tahu.
**************************************************************
Siang itu kami berlatih basket.
Aku mencoba untuk focus dan melakukan latihan dengan baik. Dan kali ini aku
melakukannya dengan baik. Bahkan Pelatih Kim berkali-kali memujiku karena
permainanku yang baik. Aku mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk
pertandingan nanti. Aku akan menunjukkan pada appa bahwa aku mampu dan bisa
menjadi yang terbaik dengan basket. Hanya dengan cara ini aku bisa membuatnya
paham. Aku terus berlatih dengan serius selama dua jam latihan.
Aku juga melihat Dong Hae bermain
dengan sangat serius. Dia mampu mengalahkan lawan-lawannya dan bermain dengan
stabil, setiap operan diterima dengan baik dan setiap tembakannya selalu masuk.
Semua berusaha melakukan yang terbaik untuk pertandinga nanti.
Selesai latihan aku kembali ke
kamar. Aku segera mandi dan ganti baju. Aku harus segera ke perpustakaan dan
menyelesaikan tugas-tugasku, Pak Guru Angker masih saja suka memberi
bertumpuk-tumpuk tugas. Di perpustakaan banyak murid yang melakukan berbagai
aktifitas, ada yang hanya membaca, mengerjakan tugas seperti aku, bahkan ada
yang sengaja ke perpustakaan untuk
tidur. Apa dia tidak punya kamar? Seperti orang di sebelahku ini, apa dia
pikirkan sehingga memilih tidur disini? Aku mengerjakan tugasku satu persatu,
beberapa sangat mudah, namun beberapa harus mencari dalam bertumpuk-tumpuk
buku. Sebenarnya aku bisa saja menggunakan internet, tapi Pak Guru Angker akan
tahu dan tidak akan menerima pekerjaanku. Menyebalkan.
Satu jam kemudian tugas-tugasku
selesai. Aku merasa lega dan sekaligus capek. Setelah berlatih basket, aku
harus mengerjakan PR, tidak ada yang lebih menyiksa selain itu. Aku membereskan
buku-buku dan kertas-kertas diatas mejaku. Murid disebelahku terbangun
mendengar suara kertas-kertas yang kubereskan. Siapa suruh dia tidur disini?
Dan saat aku menoleh,
“Kau?”
“Wae?”
“Jadi yang tidur sejak tadi itu
kau?”
“Dan kau sangat mengganggu
tidurku,”
“Siapa suruh kau tidur disini?”
Aku memasukkan buku ke dalam tasku
dan segera meninggalkan ruang perpustakaan. Entah kenapa Dong Hae mengekor di
belakangku. Namun aku tidak memperdulikanya, aku hanya ingin kembali ke kamar
dan tidur. Besok hari minggu, aku ingin semalaman tidur, dan besokpun aku ingin
tidur seharian. Aku sudah membayangkan kasur yang empuk. Namun, langkahku
terhenti saat di depanku berdiri seorang pria tua. Itu ayah Dong Hae. Kenapa
disini? Aku berhenti dan memanggilnya, mumpung ada Dong Hae.
“Jogiyo ahjussi, ingat aku?”
“Oh, Shin Ji Hyun, geure, aku ingat,
bagaimana kabarmu?”
“Baik paman, apa yang paman
lakukan disini?”
Bukannya menjawab, ayah Dong Hae
menatap Dong Hae yang berdiri di belakangku. Aku segera menyadari situasinya,
aku mundur beberapa langkah, membungkuk sebentar pada ayah Dong Hae dan meninggalkan
mereka berdua. Aku duduk di bangku tak jauh dari mereka. Kulihat ayah Dong Hae
mendekati Dong Hae.
“Sudah lama sekali, kau sudah
besar sekarang,”
“Apa mau appa?”
“Obsoyo, aku hanya ingin
melihatmu, tidak boleh?”
“Wae? Apa sekarang setelah aku menjadi
artis, appa datang padaku? Bagaimana? Sekarang appa lihat kan? Penyanyi tak
seburuk yang ayah pikirkan, paling tidak dengan menjadi penyanyi, aku punya
masa depan, tidak seperti pemikiran dangkal appa,”
“Aku tidak bermaksud apa-apa, aku
hanya ingin melihatmu, sudah sangat lama sejak kepergianmu,”
Dong Hae diam dan menatap ayahnya
tajam. Entah apa yang dipikirkannya.
“Aku dengar kau harus dioperasi?
Bukankah itu artinya kau ada kemungkinan untuk berhenti bernyanyi?”
“Kau tahu apa? Kau tidak tahu
apa-apa tentangku, jangan merasa kau bisa memberitahuku tentang apapun, aku..
uhuk..uhuk..” tiba-tiba Dong Hae terbatuk keras.
Aku terkejut melihatnya. Dia
terus terbatuk dan kulihat ada darah keluar dari mulutnya. Apa yang terjadi?
Kemudian dia jatuh terduduk sambil masih terus terbatuk. Aku berlari
menghampirinya dan melihat keadaannya.
“Ya, Dong Hae-aa, apa yang
terjadi, gweanchana? Ya, Dong Hae-aa? Lee Dong Hae!!!! Apa yang terjadi? Ya???
Gwaenchana?? Dong Hae-aa!!! Dong Hae!”
Dong Hae terus terbatuk dan darah
keluar semakin banyak. Tubuhnya melemas, aku menopang tubuhnya sambil terus
berteriak bertanya apa yang terjadi. Tubuh Dong Hae semakin berat, aku sangat
khawatir dan ketakutan, aku mulai menangis. Aku terus memanggil namanya.
Sementara ayah Dong Hae tercekat melihat pemandangan di depannya.
“Ahjusii, cepat panggil ambulan,
pallee ahjussi,”
Ayah Dong Hae mengangguk. Dia
mengambil ponsel dari sakunya. Tangannya gemetaran memegang ponsel. Dan
bersamaan dengan ayah Dong Hae menelepon ambulan, Dong Haepun pingsan.
“Ya, Dong Hae!!!!!!”Eomma datang sambil membawa
minuman dan makanan.
“Kemana ayahmu? Ada apa? Kau
terlihat aneh?”
Aku tidak menjawab dan hanya
duduk di sofa. Aku diam untuk beberapa saat. Eomma meletakkan bawaannya di meja
dan duduk di sampingku. Dia membelai rambutku pelan.
“Sudahlah, pelan-pelan dia akan
mengerti, kau yang sabar saja,”
“Tapi eomma, appa bahkan tidak
mau mendengarkanku,” aku diam sebentar dan menoleh menatap eomma. “Eomma! Kau
sudah tahu? Kau tidak marah?”
Eomma tersenyum, “Untuk apa aku
marah? Kalau aku marah apa kau akan berhenti? Aku sangat tahu watakmu itu, jadi
percuma saja aku marah,”
Entah kenapa aku tiba-tiba
memeluk eomma.
“Gomawoyo eomma, aku senang
sekali, gomawoyo,”
“Anak nakal!” eomma membelai
rambutku pelan.
“Tapi, kapan appa akan mengerti?
Dia sangat marah,”
“Tenanglah, kau tahu appamu itu
seperti apa, dia akan memahaminya kelak, mungkin akan sedikit lama, tapi dia
akan memahaminya,”
Aku mengangguk. Aku ingin tinggal
sedikit lebih lama di rumah, tapi dengan kemarahan appa, lebih baik aku kembali
ke sekolah saja. Eomma berkali-kali memaksaku untuk tinggal, tapi aku menolak.
Lebih baik untukku menjaga jarak dengan appa. Aku turun dari bus dan berjalan
menuju sekolahku. Aku memutuskan untuk tidur saja. Hari ini tidak ada latihan
dan dengan kakiku yang masih sedikit perih, aku tidak bisa melakukan banyak.
Aku berjalan menyusuri jalan setapak di pinggir lapangan bola. Sedang ada
latihan dari tim sepak bola. Beberapa murid yang menonton saling memberi
semangat. Tiba-tiba aku melihat Dong Hae. Aku ingin memanggilnya saat aku
melihat dia sedang berbicara dengan Kim Ha Ra. Aku mengurungan niatku dan
bersembunyi di balik dedaunan. Samar-samar aku mndengar pembicaraan mereka.
“Sudah kubilang kau pulanglah,
kalau ketahuan bisa dapat masalah,” kata Dong Hae.
“Shiro! Aku tidak akan pulang
sebelum Oppa menyetujui operasi itu,”
“Itu bukan urusanmu, sudahlah,
aku ada persiapan untuk acara nanti malam,”
“Tapi kau belum boleh bernyanyi
sampai kau dioperasi,”
Mwo ya? Dong Hae tidak boleh
bernyanyi?
“Mau bernyanyi atau tidak, itu
terserah aku,”
“Oppa!!! Kenapa tidak pernah
mendengarkanku? Aku sangat khawatir padamu, aku benar-benar tidak bisa
membiarkanmu bernyanyi sekarang, apa pentingnya acara itu??”
“Bagiku acara itu sangat penting,
karena acara itulah aku mulai bernyanyi,”
“Kalau memang begitu.. Tapi aku
benar-benar tidak bisa membiarkanmu bernyanyi sekarang,” Suara Kim Ha Ra
sedikit meninggi.
Dong Hae diam. Mereka berdua
diam. Aku diam. Jangan-jangan.
“Kenapa kau menyukaiku?”
Mwo??? Kim Ha Ra menyukai Dong
Hae?
“Molla, aku hanya tau itu terjadi
begitu saja. Sejak aku kecil Oppa selalu ada disisiku, bahkan sampai aku
dewasa, Oppalah yang ada disisiku, hanya Oppa satu-satunya pria yang ada
disisiku.” Suaranya terdengar bergetar.
“Jadi itu alasannya?”
“Ne! Itu alasannya!”
“Tapi apa kau tahu? Aku senang
karena Oppa yang selalu disisiku dan bukan orang lain,”
Aku melihat kearah mereka.
Kulihat Dong Hae menggenggam tangan Kim Ha Ra dan dia tersenyum menatap Kim Ha
Ra. Apa ini?
“Gumaptago,”
“Karena aku menyukaimu?”
“Gomaptago, karena kau yang
pertama kali memberitahuku tentang acara ini,”
Setelah itu Dong Hae berbalik da
meninggalkan Kim Ha Ra. Kim Ha Ra hanya diam di sana. Aku juga hanya
bersembunyi dibalik dedaunan itu dan berdiri tidak melakukan apa-apa. Jadi Kim
Ha Ra dan Dong Hae adalah sahabat sejak kecil. Pasti dia tahu banyak soal Dong
Hae. Dan entah kenapa tiba-tiba aku merasa iri pada Kim Ha Ra. Ah, apa sih yang
kupikirkan? Itu kan urusan mereka. Ah
iya, acara apa yanga akan dihadiri Dong Hae malam ini? Apa acara pencarian
bakat itu? Acara putaran final pertama akan diadakan malam ini. Dong Hae dulu
juga adalah pemenang acara pencarian bakat ini. Apa dia akan tampil di acara
itu? Apa sebaiknya aku datang dan melihatnya?
Aku benar-benar disini sekarang.
Duduk diantara penonton yang menyaksikan acara putaran final pencarian bakat ini.
benar-benar sangat ramai disini. Dari tadi kudengar mereka membicarakan Dong
Hae. Semoga dia benar tampil di acara ini, jangan samapai aku salah acara.
Setelah beberapa saat, acara dimulai pembawa acara sudah diatas panggung dan
membuka acara, memeprkenalkan para juri, dan juga memperkenalkan para finalis.
Teriakan dari para pendukung masing-masing finalis sangat ramai sekali.
Sementara aku hanya ikuta-ikutan tepuk tangan.
“Baiklah pemirsa dan penonton
disini, sebagai pembuka acara, akan hadir seorang penyanyi terkenal, dia juga
adalah pemenang ajang pencarian bakat ini tiga tahun yang lalu saat usianya
baru 12 tahun. Kalian pasti tahu siapa dia, baiklah, tak perlu menunggu lama
lagi, kita sambut Lee Dong Hae!!”
Lampu studio berubah menjadi
gelap. Hanya beberapa lampu ynag menyinari beberapa sisi panggung. Dan
tiba-tiba suara gemuruh penonton memenuhi studio tempat acara berlangsung.
Mereka meneriakkan nama Dong Hae dan bertepuk tangan keras-keras. Sebuah music
mengalun pelan dan bersamaan dengan lampu sorot di tengah panggung, Dong Hae
muncul dan menyanyikan lagu andalannya yang berjudul In My Dream.
Mungkin hanya aku yang tidak
berteriak. Mungkin hanya aku yang tidak bertepuk tangan. Karena aku hanya diam
dan terpana melihat Dong Hae bernyanyi. Entah kenapa ada yang berbeda dari
biasanya. Kali ini dia sangat menghayati lagu yang dia nyayikan. Lagu ini
menceritakan tentang impiannya yang indah, impian yang terlalu indah. Apa ini?
Dong Hae seperti sedang berbicara kepada penonton bahwa impiannya sangat indah
dan dia ingin sekali membuat impiannya jadi nyata. Suaranya yang indah dan
jernih mampu menggetarkan hati setiap penonton disini. Saat dia bernyanyi,
hampir tak ada suara selain suaranya. Apa ini isi hatinya yang terdalam?
Mengingat semua kejadian yang terjadi padanya, apa dia ingin menyampaikan suatu
pesan kepada penontonnya?
Aku sempat mengambil sebuah
gambarnya saat bernyanyi. Dan suara gemuruh tepuk tangan memenuhi studio saat
dia membungkuk dan mengucapkan terimakasih saat lagunya selesai. Banyak penonton
yang berdiri dan meneriakkan namanya. Aku masih terpaku di tempat dudukku.
“Tepuk tangan yang meriah untuk
Lee Dong Hae!!!” kata pembawa acara sambil memasuki panggung.
“Khamsahamnida,” kata Dong Hae.
“Penampilan yang sangat memukau
Dong Hae-ssi, sangat berbeda, seperti ada sesuatu yang tersimpan didalamnya,
apa kau sedang merasakan sesuatu?”
“Ah, ani, aku hanya teringat saat
aku berdiri di panggung ini beberapa tahun yang lalu, aku seperti menjadi
peserta lagi, “
“Hahaha, benar, dulupun kau
sangat memukau, apa kau ada rencana mengeluarkan album baru?”
Belum sempat menjawab, Dong Hae
tiba-tiba terbatuk-batuk. Aku tersentak dari kursiku. Apa ada masalah dengan
tenggorokannya?
“Ah, Dong Hae-ssi, gwaenchana?”
tanya pembawa acara cemas.
“Ah, ne, gwaenchana.
Jeoseonghamnida. Mungkin ada rencana untuk album baru, aku sudah menyiapkan
beberapa lagu baru,”
“Ah, bagus sekali, pasti
penggemarmu tidak sabar menunggu album barumu,”
Studi bergemuruh lagi.
“Apa kau ada pesan untuk para
peserta?”
“Ne, lakukan yang terbaik dan
jadilah yang terbaik, tetap berjuang semuanya, itu saja,” kata Dong Hae, dia
terlihat seperti menahan sakit.
“Tetap berjuang. Baiklah
penonton, itu dia penampilan dari Lee Dong Hae, dan kita akan segera memasuki
acara yang sesungguhnya,” pembawa acara terus berbicara sementara Dong Hae
meninggalkan panggung.
Aku juga meninggalkan tempat
dudukku. Aku keluar dari gedung salah satu saluran televisi itu. Tiba-tiba
ponselku bordering.
“Yoboseyo?”
“Ya Ji
Hyun-aa, Lee Dong Hae daebak! Dia seperti malaikat yang bernyanyi diatas
panggung,” suar Sulli langsung memenuhi telingaku.
“Geure, aku juga melihatnya,”
“Tentu
saja kau melihatnya, kau ada di studio tempat dong Hae tampil kan?”
“Ya, eohtokke ara?”
“Tentu
saja aku tahu, kamera merekam wajahmu yang melongo melihat Dong Hae bernyanyi,
kau bahkan tidak berkedip, apa dia sangat bagus dilihat dari sana?”
“Geure? Aku terekam kamera?”
“Benar, dalam televisi kau sperti terhipnotis olehnya,”
“Tapi itu memang benar, dia
sangat memukau, aku tadi bermaksud mengajakmu, tapi tidak jadi,”
“Wae??
Aku kan juga ingin melihatnya,”
“Haha, lain kali saja, aku harus
pulang,”
“geure, kau hati-hati ya,”
Aku berjalan pelan ke halte bus.
Sebenarnya apa tujuanku melihat Dong Hae? Apa untuk memastikan dia baik-baik
saja? Kenapa aku ini? Kenapa aku selalu memikirkannya? Kenapa otakku dipenuhi
olehnya? Apa sih yang ada di kepalaku ini? Ingat Shin Ji Hyun, dia itu artis
terkenal, kau mau apa sebenarnya?
“Kau bisa menabrak pejalan kaki
yang lain kalau berjalan dengan tatapan kosong seperti itu,” tiba-tiba sebuah
suara mengagetkanku.
“Oh??” aku menoleh dan kulihat
Dong Hae berdiri di samping mesin minuman. Dia memakai topi dan kacamata hitam.
Orang lain mungkin tak mengenalnya, tapi aku tahu itu dia.
“Selalu saja menggerutu,”
“Ya, kenapa kau di sini? Bukankah
kau seharusnya bersama tim mu?”
“Aku datang ke acara ini karena
melarikan diri dari tim ku, mereka melarangku untuk datang, tapi aku tetap
datang,”
“Jadi sekarang kau bersembunyi
dari mereka?”
Dia tersenyum dan mengangguk.
“Cih, dasar, kau mau kembali ke
sekolah?”
Dia hanya mengangkat bahu. “Pasti
di sekolah banyak orang suruhan Manajer yang mencariku, lebih baik kita ke
tempat lain saja,”
“Kita?”
“Benar, kau dan aku,”
“Wae? Kenapa tidak kau sendiri
saja? Aku mau kembali ke sekolah,”
Namun aku tiba-tiba teringat
sesuatu.
“Ah, aku tahu, kita ke Sungai Han
saja,”
“Mwo? Mau apa kesana?”
Aku tak menjawab dan menarik
tangan Dong Hae menuju halte. Kami menunggu bus beberapa saat dan menuju ke
Sungai Han. Sungai Han sudah cukup ramai, beberapa orang beralalu lalang di
sana, dan di pinggir sungai, orang-orang sudah duduk dan bersiap melihat
pertunjukan.
“Apa yang kita lakukan disini?”
“Sudahlah, duduk saja disini,”
aku duduk diatas rerumputan.
Dong Hae pun ikut duduk di
sampingku. Dia melihat sekeliling. Apa dia belum pernah kesini? Dan dimulailah
acara pertunjukan kembang apinya. Kembang apai di sini benar-benar bagus.
Berbagai macam warna dan bentuk. Kembang apinya juga sangat besar.
“Uwaaaa!!! Daebak!!!” kulihat
mata Dong Hae terbelalak melihat kembang api itu. Wajahnya benar-benar terpana.
“Uwaa!!’ aku bertepuk tangan.
Kembang api mulai membentuk
berbagai macam bentuk. Ada yang seperti air mancur, seperti hujan,
bintang-bintang, dan masih banyak lagi.
“Ya, lihat! Lihat yang itu,
seperti komidi putar,” aku menunjuk sebuah kembang api yang besar.
Dong Hae benar-benar terkesima
melihat kembang apinya. Cih, apa dia tidak pernah kesini sebelumnya? Kasihan
sekali hidupnya.
“Jjinjja yeopputa, ji?”
“Ne, ini benar-benar ajaib, apa
selalu seperti ini?”
“Ya, apa kau belum pernah kemari?
Aku bertaruh setiap tahun orang kesini dan melihatnya,”
“Benarkah? Kalau begitu kurang
kerjaan sekali mereka ini?”
“Lalu kau apa?”
Dong Hae menatap kembang api yang
semakin membuat angkasa terang dan penuh asap.
“Apa kau sering kemari?”
“Geurom, kami sering kemari untuk
melihat kembang api, bahkan terkadang kami membawa bekal,”
“Kami?”
“Ne, keluargaku, Sulli, Henry,
kami sering kemari dan berkumpul bersama,”
“Apa menyenangkan?”
“Ne?”
“Berkumpul bersama keluarga itu?
Apa menyenangkan?”
“Kenapa kau bertanya? Tentu saja
menyenangkan..” kata melambat di akhir kalimat.
Dong Hae diam.
“Kau juga bisa merasakannya, kau
hanya perlu menemui mereka, dan mengajak mereka kemari,”
“Untuk apa? Buang-buang waktu
saja,”
“Cih, itu urusanmu, terserah kau
mau apa,” aku mendengus kesal. Dia ini benar-benar kepala batu.
“Kau tadi datang?”
“Oh? Oh.. Itu, aku hanya datang
itu saja,”
“Apa kau sangat terpukau
melihatku?”
“Ne?? Jangan harap!”
“Buktinya kau berdiri seperti
patung melihatku,”
“Mwo ya??? Geurende, kau
sepertinya kesakitan tadi,”
“Hanya tersedak sedikit,”
“Tapi kau benar-benar harus
memikirkannya, segeralah operasi, agar semua menjadi lebih baik, kalau kau
terus seperti ini, bisa terjadi hal yang lebih buruk lagi,”
“Aku baik-baik saja, kenapa kau
ini cerewet sekali?”
“Apanya yang baik-baik saja?
Bagaimana kalau kau tidak bisa bernyanyi? Itu tidak boleh terjadi,” aku ngotot
bicara padanya.
“Wae? Aku bisa duduk dibangku penonton
dan bisa melihat seseorang bernyanyi,”
“MWO YAAA?????”
Dia kaget mendengarku berteriak.
“Kau itu milik panggung,
bagaimana bisa kau duduk dibangku penonton????”
Aku berdiri dan meninggalkannya.
Kepalanya itu terbuat dari apa sih? Kenapa dia keras kepala sekali? Kenapa
tidak memikirkan masa depannya? Kenapa hanya memikirkan egonya sendiri?
“Ya, kau mau kemana? Kembang
apinya belum selesai,”
Dong Hae berlari mengejarku. Aku
tidak menoleh. Namun akhirnya dia berhasil menarik tanganku.
“Ya, kenapa kau marah?”
“Habisnya.. Habisnya kau tidak
mengerti, kenapa kau ingin membuang impianmu?”
“Kenapa? Kenapa kau begitu peduli
dengan semua yang terjadi padaku?”
“Molla, hanya saja melihatmu
menyia-nyiakan impianmu, apa tidak cukup untuk membuatku marah padamu? Kau yang
membuatku ingin menggapai impianku, kau terus memberiku semangat, kenapa kau
sendiri malah menyia-nyiakan yang kau punya?”
Aku menunduk menatap kakiku. Dong
Hae hanya diam menatapku. Lagi-lagi aku berbicara yang tidak-tidak.
“Gumapta, kau sudah begitu peduli
padaku, tapi biarlah aku mengurus semua ini, kau jangan cemas,”
Kami hanya diam sepanjang
perjalanan pulang kembali ke sekolah. Aku benar-benar bingung dengan sikapnya.
Aku lebih bingung lagi dengan sikapku. Kami duduk berjauhan saat di dalam bus.
Entahlah apa yang harus kulakukan. Perjalanan ke sekolah sepertinya sangat
lama. Aku ingin cepat sampai kamarku dan tidur. Seharian ini sangat melelahkan.
Aku harus berhadapan dengan appa, aku harus bertengkar dengan Dong Hae, apa
lagi?
Kami memasuki gerbang sekolah.
Aku harus belok ke kanan untuk menuju ke asrama.
“Gumaptago, berisitirahatlah,”
kata Dong Hae.
“Ne, kau juga, aku pergi,”
Kamipun berpisah dengan pikiran
yang becampur aduk di kepala kami. Apa yang akan terjadi nanti, kami sama-sama
tidak pernah tahu.
**************************************************************
Siang itu kami berlatih basket.
Aku mencoba untuk focus dan melakukan latihan dengan baik. Dan kali ini aku
melakukannya dengan baik. Bahkan Pelatih Kim berkali-kali memujiku karena
permainanku yang baik. Aku mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk
pertandingan nanti. Aku akan menunjukkan pada appa bahwa aku mampu dan bisa
menjadi yang terbaik dengan basket. Hanya dengan cara ini aku bisa membuatnya
paham. Aku terus berlatih dengan serius selama dua jam latihan.
Aku juga melihat Dong Hae bermain
dengan sangat serius. Dia mampu mengalahkan lawan-lawannya dan bermain dengan
stabil, setiap operan diterima dengan baik dan setiap tembakannya selalu masuk.
Semua berusaha melakukan yang terbaik untuk pertandinga nanti.
Selesai latihan aku kembali ke
kamar. Aku segera mandi dan ganti baju. Aku harus segera ke perpustakaan dan
menyelesaikan tugas-tugasku, Pak Guru Angker masih saja suka memberi
bertumpuk-tumpuk tugas. Di perpustakaan banyak murid yang melakukan berbagai
aktifitas, ada yang hanya membaca, mengerjakan tugas seperti aku, bahkan ada
yang sengaja ke perpustakaan untuk
tidur. Apa dia tidak punya kamar? Seperti orang di sebelahku ini, apa dia
pikirkan sehingga memilih tidur disini? Aku mengerjakan tugasku satu persatu,
beberapa sangat mudah, namun beberapa harus mencari dalam bertumpuk-tumpuk
buku. Sebenarnya aku bisa saja menggunakan internet, tapi Pak Guru Angker akan
tahu dan tidak akan menerima pekerjaanku. Menyebalkan.
Satu jam kemudian tugas-tugasku
selesai. Aku merasa lega dan sekaligus capek. Setelah berlatih basket, aku
harus mengerjakan PR, tidak ada yang lebih menyiksa selain itu. Aku membereskan
buku-buku dan kertas-kertas diatas mejaku. Murid disebelahku terbangun
mendengar suara kertas-kertas yang kubereskan. Siapa suruh dia tidur disini?
Dan saat aku menoleh,
“Kau?”
“Wae?”
“Jadi yang tidur sejak tadi itu
kau?”
“Dan kau sangat mengganggu
tidurku,”
“Siapa suruh kau tidur disini?”
Aku memasukkan buku ke dalam tasku
dan segera meninggalkan ruang perpustakaan. Entah kenapa Dong Hae mengekor di
belakangku. Namun aku tidak memperdulikanya, aku hanya ingin kembali ke kamar
dan tidur. Besok hari minggu, aku ingin semalaman tidur, dan besokpun aku ingin
tidur seharian. Aku sudah membayangkan kasur yang empuk. Namun, langkahku
terhenti saat di depanku berdiri seorang pria tua. Itu ayah Dong Hae. Kenapa
disini? Aku berhenti dan memanggilnya, mumpung ada Dong Hae.
“Jogiyo ahjussi, ingat aku?”
“Oh, Shin Ji Hyun, geure, aku ingat,
bagaimana kabarmu?”
“Baik paman, apa yang paman
lakukan disini?”
Bukannya menjawab, ayah Dong Hae
menatap Dong Hae yang berdiri di belakangku. Aku segera menyadari situasinya,
aku mundur beberapa langkah, membungkuk sebentar pada ayah Dong Hae dan meninggalkan
mereka berdua. Aku duduk di bangku tak jauh dari mereka. Kulihat ayah Dong Hae
mendekati Dong Hae.
“Sudah lama sekali, kau sudah
besar sekarang,”
“Apa mau appa?”
“Obsoyo, aku hanya ingin
melihatmu, tidak boleh?”
“Wae? Apa sekarang setelah aku menjadi
artis, appa datang padaku? Bagaimana? Sekarang appa lihat kan? Penyanyi tak
seburuk yang ayah pikirkan, paling tidak dengan menjadi penyanyi, aku punya
masa depan, tidak seperti pemikiran dangkal appa,”
“Aku tidak bermaksud apa-apa, aku
hanya ingin melihatmu, sudah sangat lama sejak kepergianmu,”
Dong Hae diam dan menatap ayahnya
tajam. Entah apa yang dipikirkannya.
“Aku dengar kau harus dioperasi?
Bukankah itu artinya kau ada kemungkinan untuk berhenti bernyanyi?”
“Kau tahu apa? Kau tidak tahu
apa-apa tentangku, jangan merasa kau bisa memberitahuku tentang apapun, aku..
uhuk..uhuk..” tiba-tiba Dong Hae terbatuk keras.
Aku terkejut melihatnya. Dia
terus terbatuk dan kulihat ada darah keluar dari mulutnya. Apa yang terjadi?
Kemudian dia jatuh terduduk sambil masih terus terbatuk. Aku berlari
menghampirinya dan melihat keadaannya.
“Ya, Dong Hae-aa, apa yang
terjadi, gweanchana? Ya, Dong Hae-aa? Lee Dong Hae!!!! Apa yang terjadi? Ya???
Gwaenchana?? Dong Hae-aa!!! Dong Hae!”
Dong Hae terus terbatuk dan darah
keluar semakin banyak. Tubuhnya melemas, aku menopang tubuhnya sambil terus
berteriak bertanya apa yang terjadi. Tubuh Dong Hae semakin berat, aku sangat
khawatir dan ketakutan, aku mulai menangis. Aku terus memanggil namanya.
Sementara ayah Dong Hae tercekat melihat pemandangan di depannya.
“Ahjusii, cepat panggil ambulan,
pallee ahjussi,”
Ayah Dong Hae mengangguk. Dia
mengambil ponsel dari sakunya. Tangannya gemetaran memegang ponsel. Dan
bersamaan dengan ayah Dong Hae menelepon ambulan, Dong Haepun pingsan.
“Ya, Dong Hae!!!!!!”
to be continued....
0 komentar:
Posting Komentar