Dong HAe bilang sama Ji Hyun kalau dia akan ke Amerika, apa Dong HAe beneran akan pergi? This is it, In My Dream Part 13
Aku terpana mendengar apa yang
dia katakan. Amerika?
“Produserku adalah Mr. Halton
dari Amerika, dan perusahaan setuju kami akan membuat album di sana, aku akan
menerima pelatihan di sana, aku akan membuat album internasional, dan itu
memang impianku sejak dulu,”
Aku tidak mengatakan apa-apa. Aku
hanya menatapnya penuh tanda tanya. Apa lagi ini? Apa segala sesuatu datang
secara tiba-tiba seperti ini? Dan kenapa dadaku terasa sangat sesak mendengar
semua ini? Kalau Dong Ha eke Amerika, itu artinya dia tidak akan berada di
sekolah? Itu artinya aku tidak akan melihatnya di kelas, aku tidak bisa bermain
basket bersamanya, aku tidak akan merasakan jantungku yang tidak beraturan,
apakah itu akan lebih baik?
“Ji Hyun-aa, apa kau
mendengarkanku?”
“Oh??” aku terbuyarkan dari
lamunanku, apa yang dia katakan? ;Oh, mianhae, kepalaku tiba-tiba sakit,
sepertinya aku harus meminum obatku, aku masuk dulu,”
Aku buru-buru pergi meninggalkan
Dong Hae. Aku mengatakan pada yang lain bahwa aku ingin beristirahat sebentar
di kamarku. Aku duduk dilantai bersandar pada tempat tidurku. Kenapa aku tiba-tiba
seperti ini? Tapi membayangkan Dong Hae tidak ada disini sangat menyebalkan.
Apa ini? Kenapa aku tidak merelakan dia pergi? Apa ini yang disebut perasaan
suka? Apa aku benar-benar menyukainya? Apa aku benar-benar menyukainya? Dan apa
alasannya? Aku tidak menemukan alasan apapun untuk menyukainya. Tapi
membayangkan dia tidak ada disini, kenapa dadaku sangat sesak seperti ini?
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk.
Aku terkejut dan buru-bur naik ke tempat tidur dan menarik selimutku. Pintu
kamarku teerbuka dan seseorang masuk. Aku memejamkan mataku, pura-pura tidur.
“Ji Hyun-aa, apa kau tidur?”
suara eonnie berbisik pelan.
Aku tidak menjawabnya. Aku tetap
berpura-pura tidur. Lalu tak ada suara lagi dan kudengar suara pintu kamarku
ditutup kembali. Aku membuka mataku lalu menatap kosong ke langit-langit
kamarku. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Aku lupa sampai kapan aku menatap
langit-langit kamarku yang pasti aku terlelap setelahnya.
******************************************************************
Aku pernah merasakan perasaan
ini. Tapi mungkin sekarang sedikit berbeda. Dulu mungkin aku tidak mau memasuki
sekolah ini, tapi sekarang aku berdiri di sini dan senang rasanya bisa kembali
ke sekolah ini. Berjalan di jalan setapak menuju asramaku. Hye Ri membantuku
membawa koperku. Kami berjalan sambil mengobrol. Sesekali seorang teman menyapa
dan mengatakan senang melihatku kembali. Rasanya seeperti pulang.
Ini sudah dua hari aku memulai
sekolahku setelah sekian lama aku meninggalkan sekolah. Teman-teman di kelasku
menyambutku dengan senang. Bahkan Pak Guru Angker bersikap sangat baik padaku.
Aku duduk di taman seperti biasanya.
“Apa bisa kau mangkir lebih lama
lagi?” tiba-tiba seseorang bicara padaku.
Aku menoleh kearah sumber suara.
“Pelatih Kim?” pekikku riang.
“Walau kau ini sangat susah
diatur, tapi senang melihatmu kembali,”
“Kenapa aku susah diatur?” aku
tersenyum.
Pelatih Kim duduk di sebelahku.
“Bagaimana rasanya hamipr mati?”
“Yah, paling tidak tak seburuk
latihan darimu,”
“Aku pelatih terbaik negeri ini,
bagaimana bisa kau bilang itu buruk?”
“Aku sangat merindukan latihan,
Pelatih,”
Pelatih Kim menoleh padaku.
“Kau akan bisa bermain lagi kan?”
“Ya, kau ada disana saat dokter
bilang aku bisa bermain basket lagi, kenapa masih bertanya”
“Geure, kau bukan tipe anak bodoh
yang gampang menyerah, tapi tetap saja kau ini bodoh, kau tahu itu?”
“Mwo ya?”
“Bulan
depan adalah olimpiade, kuharap kau menjadi bagian dari olimpiade ini,”
“Kenapa
bertanya? Tentu saja aku akan ikut. Apa kau akan memaafkanku kalau aku mangkir?
Bisa-bisa kau kirim aku ke neraka. Menakutkan!” aku pura-pura bergidik.
“Geure,
aku akan mengirimmu ke neraka, apa selama ini hanya neraka yang kau pikirkan?”
Aku hanya
tersenyum. Kami berdua diam untuk beberapa saat menatap ikan-ikan dalam kolam.
“Bukankah
semua baik-baik saja?”
“Ne?”
Pelatih menoleh kepadaku.
“Aku
mengalami banyak hal disini, bahkan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku
dulu adalah anak yang menjadi bayangan eonnie, kau tahu itu Pelatih, aku tidak
bisa hidup tanpa eonnie. Tapi entah kenapa aku bisa mengalami semua ini, semua
ini sangat aneh menurutku. Saat aku koma di rumah sakit, aku sempat tersadar
dan memikirkan semua ini. Dan aku berpikir, apa memang ini yang harus terjadi?
Lalu apa yang baik dari sebuah kecelakaan? Aku tidak mendapat jawaban sampai
aku kembali tak sadar,”
Aku diam
untuk beberapa saat. Pelatih Kim tidak mengatakan apa-apa.
“Lalu
kemudian aku sadar kembali dan menemukan semua baik-baik saja, bahkan aku
menemukan banyak kejutan, dan itu mebuatku berpikir tak ada alasan untuk tidak
mensyukurinya, tidak banyak yang bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup,
kau tahu rasanya hampir mati? Itu sangat menakutkan,” aku tersenyum kepada
Pelatih Kim.
Dia hanya
tertawa kecil.
“Berkumpul
dengan keluargaku dan teman-temanku, kembali ke sekolah, bermain basket, makan,
minum, tertawa, bahkan bertemu denganmu, aku sangat bersyukur untuk itu, dan
aku merasa ini sangatlah baik,”
“Geure,
sangat langka kesempatan seperti datang pada orang sepertimu, sepertinya kau
butuh usaha sangat keras untuk menggunakan ini dengan sebaik-baiknya,” seloroh
Pelatih kim.
“Ya, apa
Pelatih tidak bisa memberiku kata-kata yang bagus? Selalu saja mengejekku,”
“Sangat
menyenangkan saat mengejekmu,” dia tertawa.
Akupun ikut
tertawa. Tiba-tiba kulihat Dong Hae menghampiri kami. Dia membungkuk sebentar
menyapa Pelatih Kim.
“Pelatih
Kim, Kepala Sekolah memanggil anda,”
“Guere? Ada
apa ya? Baiklah, aku harus pergi, kau anak nakal segeralah ke lapanganku, atau
neraka akan benar-benar menyeramkan,”
Aku mengangguk.
Dia meninggalkan aku dan Dong Hae. Aku belum bertemu dengannya sejak malam di
rumahku. Aku masih belum bisa menerima kabar kepergiannya. Entah kenapa hati kecilku
menolaknya untuk pergi.
“Kau
sudah kembali ke sekolah rupanya?” tanyanya tiba-tiba.
“Apa
masih perlu bertanya?”
“Mau
pergi keluar?”
“Ne?”
Dan dia
selalu melakukan apapun sesukanya. Dia menarik tanganku dan mengajakku entah
kemana. Kami naik bus.
“Ya, kita
mau kemana?” tanyaku.
“Kau akan
tahu nanti, kau ini cerewet sekali,”
Aku mendengus
kesal. Aku lapar sebenarnya. Kenapa dia ini?
“Ini,”
dia meneyrahkan sebuah kotak.
“Mwo”
“Suara
perutmu itu terdengar sampai ke Jepang, makanlah,”
Dia membuka
kotak itu dan menyerahkan sebuah telur rebus padaku. Apa iya terdengar sekeras
itu? Aku menerima telur itu dan memakanya. Dia bahkan memberiku sekalem jus
jeruk. Apa dia menyiapkan semua ini?
“Kau
berencana untuk piknik?”
“Menyiapkan
segala sesuatu itu perlu kan?”
“ne, ne..”
aku mengangguk.
“Enak?”
Aku hanya
mengangguk. Kami turun di sebuah halte di pinggir pantai. Kenapa mengajakku ke
pantai? Sebelum ke pantai kami berjalan-jalan di sebuah pasar yang terletak tak
jauh dari pantai. Uwaa, ternyata masih ada pasar seperti ini. Ada banyak
penjual mainan yang kumainkan saat
kecil. Menyenangkan sekali di sini. Kami membeli beberapa mainan dan makanan. Sementara
Dong Hae mengambil foto dan aku terus mengagumi pasar itu.
Kami juga
mencoba tokkbokki yang super pedas. Banyak makanan khas korea yang sudah jarang
kutemui di kota. Aku ingin mencoba semua makanan itu. Kami melihat pembuatan
kue beras, kami bahkan ikut membuatnya. Setelah itu kami masuk ke sebuah toko
bunga. Bunga yang dijual sangat cantik dan belum pernah kulihat sebelumnya. Penjaga
toko menyuruh kami membeli satu. Katanya bunga sedang mekar dengan bagusnya. Kami
hanya mengangguk dan terus melihat-lihat toko bunga. Aku merasa Dong Hae
mengambil gambarku diam-diam.
“Ya, Ji
Hyun-aa,” panggil Dong Hae.
Aku menoleh
dan Dong Hae sudah siap dengan kameranya.
“Ya,
kenapa memotretku?”
“Lihatlah
hasilnya, wajahmu lucu sekali,”
Kami melihat
hasil fotonya dan tertawa. Wajahku aneh sekali. Setelah puas berjalan-jalan di
pasar, sekarang kami berjalan menyusuri pantai. Kami bermain pasir, bermain
dengan cumi-cumi yang dijemur, bermain air laut, dan mengambil banyak foto. Akhirnya
kami hanya duduk dipantai menatap luasnya laut.
“Ya,
kenapa tiba-tiba mengajakku kemari?” tanyaku penasaran.
“Aku
hanya bosan,”
“Mwo ya? Apa
aku terlihat seperti mesin hiburan bagimu?”
“Aku
hanya ingin mebuat bayak kenangan,”
Aku menoleh
padanya. Jantungku berdegup kencang lagi.
“Aku akan
meninggalkan Korea untuk waktu yang lama, aku ingin negeri ini mempunyai
kenangan yang indah bagiku,” dia tersenyum menatap laut lepas.
“Kau..
Apa kau akan benar-benar pergi?” tanyaku pelan.
“Wae? Apa
kau akan kehilanganku?”
“Mwo..mwo
ya” aku memalingkan wajahku.
Dong Hae
menatapku sesaat. Ya, bisa kau palingkan wajahmu itu? Kau bisa dengar jantungku
yang semakin tak beraturan ini.
“Ji
Hyun-aa, kau tahu kenapa aku ingin pergi?”
“Oh?”
“Aku
ingin menjadi nomor satu, tidak hanya di sini, tapi di dunia, aku sudah
memimpikan ini sejak lama, aku pernah bermimpi aku bernyanyi di sebuah panggung
yang besar, ada ribuan penonton, lampu-lampu yang sangat terang menyinari, music
yang menggelegar, dan aku bernyanyi di sana. Aku tak tahu itu dimana, tapi aku
akan segera tahu,”
Aku diam
mendengar ceritanya.
“Kau tahu
rasanya menjadi nomor satu?”
“Pasti
menyenangkan, semua orang akan mengagumimu, benar kan?”
“Menurutku
tidak begitu, menjadi nomor satu berarti menjadi kesepian, penuh kebisingan,
dan jalan yang tak pasti,”
“Jadi kau
masih ingin pergi?”
“Geurom,
walaupun seperti itu aku tetap ingin jadi nomor satu,”
Aku menatapnya
beberapa saat. Dia kembali menatap laut.
“Aku
sempat hampir menyerah karena masalah tenggorokan, tapi tiba-tiba seseorang
datang dan membuat keributan, bersikeras untuk menyuruhku tetap bernyanyi, dia
bilang dengan melihatku bernyanyi, hal itu membuatnya bahagia, katanya aku
adalah milik panggung, mana bisa duduk di bangku penonton,”
“Maksudmu
aku?’
“Geure!”
dia tersenyum untuk beberapa saaat. “Ini rasanya aneh, bahwa aku bernyanyi
memberimu banyak kekuatan,”
“Bagiku
ini juga aneh, bagaimana akau bisa berbicara dan dekat dengan orang yang
kupikir sangat jauh,”
Dia diam
untuk beberapa saat.
“Jika aku
terus bernyanyi kau akan senang kan?”
“Mungkin,”
Kami berdua
diam. Suara ombak yang bergemuruh dan angin yang bertiup kencang menemani kami
dalam diam. Entah kenapa aku merasa damai seperti ini. Berada di sisinya
mebuatku merasa semua akan baik-baik saja. Saat ini, seperti ini, sudah cukup
bagiku.
Kami
berjalan pelan di jalan setapak sebelah lapangan sepak bola.
“Gomawoyo,”
kata Dong Hae tiba-tiba.
“Ne?”
Dia tiba-tiba
berhenti.
“Entah
bagaimana aku bisa merasa selega ini, semua berkat kau,”
“Oh,
chonmaneyo,” aku menjawab canggung.
“Kembalilah
ke kamarmu,”
Aku hanya
mengangguk dan berbalik meninggalkannya. Aku menatap sekelilingku dan
tersenyum. Seandainya aku bisa jujur, aku mengakui sekarang, aku benar-benar
menyukainya. Bukan sebagai seorang penggemar, tapi aku benar-benar menyukainya.
Apa ini buruk? Aku hampir sampai di gerbang asramaku saat seseorang
memanggilku.
“Ya Ji
Hyun-aa!!”
Aku menoleh
dan melihat Dong Hae berdiri terengah-engah. Aku berbalik. Dia tidak mengatakan
apa-apa, tapi tiba-tiba dia berjalan kearahku dan menarikku ke dalam
pelukannya. Aku terkejut bukan main. Aku hanya terganga di pelukannya. Dia tidak
mengatakan apa-apa. Dan setelah itu yang kutahu, rasa hangat menyelimutiku. Apa
ada yang lebih baik dari ini?
*********************************************************************
Dua tahun
kemudian.
Aku berdiri
dengan jubah kelulusanku. Di sekelilingku murid-murid lain tertawa dan bahagia.
Mereka saling memeluk dan memberi selamat. Berfoto dengan keluarga, berfoto
dengan teman, dan berfoto dengan guru. Beberapa saat yang lalu aku menerima
surat kelulusanku dari kepala sekolah. Entah berapa banyak kenangan yang
kudapat di sekolah ini. Aku ingat saat pertama kali masuk sekolah ini, aku
ingin keluar saat itu juga, tapi saat ini aku tidak ingin meninggalkan sekolah
ini.
Aku marah
pada appa, aku terus merengek pada eomma dan eonnie. Tapi disini sangat menyenangkan.
Semua baik dan sangat bersahabat. Aku mengalami banyak hal di sekolah ini.
banyak kejadian yang penuh kejutan dan aneh. Aku terus berpikir apa semua ini
nyata? Ini terlalu aneh untuk sebuah kehidupnku yang sangat biasa ini. Tapi
pada kahirnya aku bisa menyelesaikan sekolahku disini.
Akhirnya aku
bisa sekamar dengan Hye Ri. Ternyata setiap kenaikan kelas, kami boleh pindah
kamar. Dan itu sangat menyenangkan. Kami mengobrol hingga larut malam dan pergi
bersama di akhir pekan. Menyenangkan sekali.
Aku sedang
memulai karirku menjadi pemain basket. Aku lolos seleksi tim nasional. Aku ingat
saat aku akan mengikuti seleksi itu.
Setelah kejadian
malam itu, entah kenapa aku dan Dong Hae semakin dekat. Dia semakin menyebalkan
tapi aku sudah terbiasa dengan itu. Kami akan mengikuti seleksi tim nasional. Kami
berlatih bersama Pelatih Kim dan yang lainnya. Selama beberapa bulan kami
melakukan latihan yang cukup ketat.
“Ya, kau
benar-benar memulai karirmu?” tanya Dong Haae sesaat usai latihan.
“Geurom! Aku
akan menjadi pemain basket terhebat. Ingat ya, kau tidak boleh telat saat
seleksi nanti, kau ini, bisa tidak sih lebih tepat waktu? Pelatih selalu marah
kalau kau telat,”
“Wae? Aku
butuh tidur yang cukup, aku ini atlet sekaligus penyanyi, mana bisa menguras
tenaga?”
“Jjinjja,”
“Ya, mau
jalan-jalan?”
“Ne?”
“Aku
sangat lelah akhir-akhir ini, aku butuh penyegaran, kau temani aku ya? Ada sebuah
tempat yang ingin kukujungi,”
“Ada
berapa banyak tempat yang ingin kau datangi?’
“100
tempat, week!”
Dia mengajakku
bersepeda di dekat danau. Menyenangkan sekali bersepeda seperti ini. Angin
musim semi berhembus sejuk di sore hari. Kami mengayuh sepeda kami
berputar-putar di pinggir danau. Dong Hae berhenti dan mengambil beberapa foto.
Aku terus mengayuh sepadaku memutarinya. Dan kulihat dia menatapku beberapa
saat. Aku hanya tersenyum. Lalu kami duduk di sebuah bangku dan melihat
matahari tenggelam.
Dia
memberiku sebuah jus kaleng. Kami meminumnya dan melihat matahari yang
berlahan-laha tenggelam. Cahayanya memantulkan warna keemasan di sekitar kami. Kami
tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memandangi wajahku beberapa saat dan
tersenyum lalu menatap matahari. Aku menatapnya sesaat dan perlahan menggenggam
tangannya. Aku selalu merasa baik seperti ini. Dia hanya tersenyum.
“Bukankah disini bagus?” tanyaku.
Dong Hae
hanya mengangguk.
“Setelah
seleksi, kita kesini lagi, kau mau?”
“Geure,”
katanya pelan. “Bukankah kita harus kembali? Kita harus menjaga kondisi kita
sebelum kompetisi dan lagipula kita bisa ketinggalan bus,”
“Ya,
bukankah tadi kau yang ingin kemari?”
“Bagaimana
kau bertanggung jawab kalau aku kelelahan?”
“Aku akan
memijatmu, seperti ini,” aku memijit tangannya pelan.
Tiba-tiba
dia meraih tanganku dan menggenggamnya. Aku menatapnya heran. Kenapa dia jadi
aneh begini? Kemudian dia menatapku dalam-dalam. Bagaimana bisa aku ditatap
seperti itu?
“Ya,
kenapa melihatku seperti itu?”
“Diamlah
seperti itu, aku sedang memasukkanmu ke dalam mataku,”
“Wae?”
“Jadi
saat aku memejamkan mataku aku bisa melihatmu disana,”
“Mworagoke?”
“Aniyo,
entah kenapa kau selalu bisa membuatku merasa lebih baik, setiap hari bersamamu
membuatku semakin baik, aku bisa bernyanyi dan bermain basket dengan baik, aku
pikir aku tidak bisa melakukan semua ini,”
“Ya, apa
terjadi sesuatu?”
“Apa yang
bisa terjadi? Ayo pulang!”
“Apapun
itu kau sedang bersikap aneh,”
Dong Hae
tidak menoleh. Akhirnya kami mengembalikan sepeda sewaan kami dan kembali ke
sekolah. Dong Hae mengantarku sampai gerbang asrama.
“Kau
harus segera tidur, araji?” kataku padanya.
Tiba-tiba
dia mengulurkan tangannya padaku.
“Ji
Huyn-aa, jalisseo,” katanya pelan.
“Ne” aku
heran melihat tingkahnya. “Jalisseo? Bukankah itu terlalu formal? Kita akan
bertemu besok”
“Apapun
itu, tetap saja jagalah dirimu, kau adalah orang paling ceroboh sedunia,”
“Geure,
aku akan menjaga diriku, kau juga” lalu aku mebalas uluran tangannya.
Kami bersalaman
untuk beberapa saat. Ini agak aneh sebenarnya. Lalu dia menarik tangannya. Kami
tersenyum untuk beberapa saat.
“Kau kembalilah,
aku bisa sampai sini,”
Dia mengangguk
dan berbalik meninggalkanku. Tapi tiba-tiba dia berbalik dan memelukku. Kenapa dia
ini? Jangan sampai dia mendengar debarab jantungku. Seharian ini dia aneh
sekali. Dia memelukku erat. Aku balas memeluknya untuk beberapa saat.
“Wae? Apa
ada yang salah?”
“Ani, aku
hanya tidak ingin meninggalkanmu, tak peduli sehari atau berapa lamapun semua
sama saja,”
“Sampai
jumpa besok,” kataku.
“Geure,
sampai jumpa,”
Lalu dia
berbalik dan meninggalkanku.
Itulah saat
terakhir aku melihatnya. Seandainya aku tahu kalau dia akan pergi aku akan
memeluknya lebih lama dan membuat kenangan lebih banyak. Tapi saat itu aku
tidak pernah berpikir begitu. Hye Ri menepuk pundakku pelan, menyadarkanku dari
lamunan.
“Ya,
kenapa kau melamun? Ayo berfoto,”
Aku hanya
mengangguk pelan. Aku sudah mengambil banyak gambar sebenarnya. Appa, eomma,
eonnie, Henry, Sulli, semuanya datang dan bergembira. Aku sangat senang semua
orang datang. Tapi aku tidak bisa lulus bersama Dong Hae. Itu tidak adil
sebenarnya. Aku hanya bisa melihatnya melalui internet. Dia juga sangat sibuk. Kami
jarang sekali berkomunikasi. Hyuk Jae datang dan memberiku sebuah bola basket.
“Kau
ingat bola ini?”
Tentu saja
aku ingat. Aku ingat hari itu kami akan berangkat ke pertandingan seleksi tim
nasional. Kami berangkat dengan bus sekolah. Tapi ahri itu aku tak melihat Dong
HAe. Saat tiba disana, Hyuk Jae memberiku sebuah bola.
“Ini,”
kata Hyuk Jae sambil menyerahkan sebuah bola.
“Apa ini?”
“Bola
keberuntungan, kau akan menang saat kau menyentuh bola ini,”
“Geure? Kalo
begitu aku akan memainkanya sebentar,”
Aku mengambil
bola dari tangan Hyuk Jae dan menbdribel nya beberapa kali.
“Kau
yakin aku aka terpilih?”
“Geurom!”
Dan aku
memang terpilih. Aku harus melalui beberapa pertandingan dan akhirnya aku
terpilih. Sampai pertandinganku selesai, Dong Hae tidak juga datang. Kemana dia?
Ini sudah keterlaluan kalau dia telat. Sebentar lagi seleksi basket laki-laki
akan segera dimulai. Apa sih yang dia pikirkan? Aku menghampiri Hyuk Jae yang
sedang bersiap-siap.
“Hyuk
Jae-aa, kau tahu dimana Dong Hae?”
“Apa dia
tidak memberitahumu?”
“Memberitahu
apa?”
“Dia ke
Amerika hari ini,”
“MWO?????”
to be continued...
0 komentar:
Posting Komentar