Mendengar kabar putusnya Hye Ri dan Kai membuat Sulli sangat marah.. Apa yang terjadi? here you are In My Dream part 5
Sulli tiba-tiba menjadi sangat
marah. Dia berdiri dan menatapku tajam.
“Apa maksudmu kau memutuskan Kai?
Kenapa kau tidak pernah menceritakan kepada ku? Haruskah semua menjadi seperti
ini?”
Tiba-tiba Sulli berbalik
meninggalkan aku dan Henry. Aku sangat terkejut kenapa Sulli menjadi begitu
marah. Aku berusaha mengejarnya. Henry juga ikut mengejar. Tapi Sulli menyetop
taksi dan langsung pergi. Aku berusaha mengejarnya, tapi Henry menghentikanku.
Aku benar-benar merasa sangat tidak enak dengan Sulli.
“Aku merasa bersalah pada Sulli,”
Aku dan Henry duduk di halte bus.
Aku harus menceritakan semuanya.
“Apa yang terjadi?” tanya Henry.
Aku diam untuk beberapa saat.
“Nado morregesoyo, semua terjadi
begitu saja, aku tidak pernah mengharapkan ini semua terjadi, aku tidak berani
menceritakan semua ini pada kalian, aku ingin menyelesaikan ini semua sendiri,
tapi ternyata aku tidak bisa, aku menghancurkan semuanya,”
“Bagaimana semua bisa terjadi?”
“Awalnya, Kai tidak pernah
menghubugi. Saat itu aku bertemu Kai, aku memberitahunya kalau aku masuk
asrama. Dia tidak mengatakan apa-apa saat itu. Lalu setelah aku masuk sekolah,
dia sama sekali tidak menghubungiku. Dia tidakada saat kita bertemu sebelum
hari masuk sekolah. Lalu aku melihatnya di sebuah pusat perbelanjaan. Saat itu
ada acra tanda tangan untuk fans oleh Lee Dong Hae, aku ikut mengantri untuk
mendapatkan tanda tangan, dan saat itu aku melihat Kai bersama dengan seorang
yeoja,”
“Kai dengan seorang yeoja? Kunde,
geu yeoja nugu ya?”
Aku menggeleng pelan.
“Aku sempat bertanya padanya,
tapi dia hanya menjawab itu teman di sekolah, dia tidak pernah menjelaskan
apapun kepadaku, aku mengambil keputusan untuk berpisah karena aku tidak bisa
lagi menahan tanda tanya dihatiku, aku ingin bertahan, tapi tidak dengan Kai,
maka aku mengakhiri semuanya. Mianhae, aku tidak meminta saran kalian, aku
hanya ingin menyelesaikan ini semua sendiri tanpa membuat masalah untuk kalian.
Apa yang harus ku katakana pada Sulli? Dia pasti tidak mau mendengarkanku.”
Henry diam. Aku juga terdiam. Pantas saja Sulli marah,
dialah yang menjodohkan aku dengan Kai. Dia berusaha keras agar Kai dan aku
bersama. Walaupun sebenrnya tanpa Sulli pun kami dulu memang sudah saling
menyukai. Dia yang paling merasa senang saat aku memberitahu kalau kami
bersama. Dia bahkan pernah bilang padaku akan menjadi pengiring pengantin
wanita saat aku dan Kai menikah. Memang agak berlebihan, tapi aku melihat
kesungguhan dalam perkataannya. Aku mendesah panjang. Henry menepuk-nepuk
pundakku pelan. Kami berdua hanya diam di sisa hari itu.
Henry mengantarku hingga halte
bus.
“geokjeongmara, soal Sulli, aku
akan bicara padanya, aku mengerti, akhir-akhir ini Kai memang berubah, saat aku
bertemu dengannya minggu lalu, di tidak menyapaku, entah apa yang terjadi
padanya,”
“Ne,” jawabku tidak bersemangat.
“Kau harus semangat, araji?” dia
menepuk pundaku. Dia suka sekali menepuk pundakku.
Aku terdiam, bis ku sudah
terlihat di kejauhan.
“Kau tau Henry-aa, kadang aku
menyesal aku harus masuk sekolah asrama, aku selalu berharap, aku tidak pernah
masuk sekolah asrama,” kataku pelan.
Henry diam dan menatapku. Aku
hanya tersenyum kecil. Bus berhenti tepat di depanku. Henry memelukku dan
menyemangatiku. Aku naik bus dan meninggalkan Henry.
****************************************************************
Aku berjalan lesu di sepanjang
koridor kelas. Sulli tidak mengangkat teleponku. Henry memberitahuku, kalau
Sulli tidak mau diajak bicara. Ohteokke? Aku membawa setumpuk buku dari kantor guru,
Pak Guru Angker itu menyruhku untuk mebawa semua buku itu ke kelas. Aku
melewati sebuah kelas yang kosong karena pelajaran olahraga. Tiba-tiba
terdengar suara meja dipukul. Aku terkaget.
“Shirheo! Sudah kubilang aku
tidak mau,”
Itu Dong Hae. Aku berhenti untuk
mengintip dari celah kaca di pintu. Dia bersama seorang ahjumma, siapa ahjumma
itu? Ah aku pernah melihatnya di televisi, dia Manajer Hong, dia manajer Dong
Hae.
“Tapi ini kontrak penting, aku
sudah seharian ini berbohong, aku sudah tidak punya alasan lagi, paling tidak
hadirilah acara besok malam,” suara Manajer Hong terdengar putus asa.
“Ya, Manajer Hong-ssi, kau tahu
alasannya kan? Kau tahu kan kalau aku tidak bisa bernyanyi lagi? Aku bisa
benar-benar kehilangan suaraku kalau aku memaksakan diriku bernyanyi,”
Aku tercekat. Dong Hae tidak bisa
bernyanyi.
“Ara, ara, neomu ara. Aku sangat
paham itu, tapi ini demi kepentingan bersama. Temui produser itu, aku akan
memikirkan penyembuhan terbaik untuk tenggorokanmu, kita tidak bisa menolak
begitu saja,” Manajer Hong terdengar memohon.
“Aku tidak tahu, aku hanya tidak
ingin kehilangan suaraku, aku sengaja memilih sekolah ini dan menemukan dunia
baruku, jangan paksa aku Manajaer,”
“Aku pun tidak ingin melakukan
ini padamu, Dong Hae-aa, aku akan memikirkan sesuatu, kau tak usah memikirkan
ini,”
Tiba-tiba buku yang kupegang
jatuh. Suaranya cukup membuat mereka kaget. Aku juga sangat kaget. Buru-buru
kuambil buku itu dan berlari. Aku bersembunyi di balik tembok. Kulihat Dong Hae
membuka pintu dan melihat sekeliling. Aku bernafas lega dan buru-buru kembali
ke kelas.
Sepanjang pelajaran, aku
memikirkan pembicaraan Dong Hae dan manajer Hong. Kenapa aku tidak pernah tahu
kalo Dong Hae berhenti menyanyi? Tidak pernah ada berita seperti itu. Kulihat
dia masih bernyanyi di beberapa acara. Kabarnya dia juga akan mengeluarkan
album baru. Apa yang terjadi? Sakit apa dia sebenarnya? Kenapa dia bisa saja
kehilagan suaranya?
Sore itu kami berlatih basket.
Ada pertandingan 1 bulan lagi. Ada pesta olahraga tahunan antar sekolah. Dan
tahun ini pesta olahraga diadakan sekolah ini. Kami akan mengadakan berbagai
macam pertandingan dari hampir semua cabang olahraga. Kami mengundang berbagai
orang dan orang luar boleh datang berkunjung. Akan ada banyak stand makanan dan
berbagai stand lainnya.
“Menurut cerita acara ini sangat
meriah. Mereka juga akan mengundang orang tua untuk menghadiri pertandingan
final.” Jelas Hye Ri padaku.
Jamkkanmanyo. Orang
tua? Mereka akan mengundang orang tua? Itu artinya orang tuaku juga?
“Apakah orang tua harus datang?”
“Tentu, sekolah akan memberikan undangan
untuk orang tua kita, bukankah itu menyenangkan? Orang tua kita akan melihat
kita bertanding basket?”
Aku diam.
“Latihan hari ini sangat
menyenangkan, Pelatih Kim benar-benar daebak,” Hyuk Jae bergabung dengan kami.
“Ne, dia melatih kita dengan baik,”
“Mwo? Apanya yang baik? Pelatihan
ini seperti neraka, bahkan tulang-tulangku seperti lepas dari tubuhku mendengar
teriakannya,” aku sangat tahu karakter Pelatih Kim yang sangat menyebalkan itu.
“Tapi Pelatih Kim benar-benar
hebat,”
Sebenarnya aku sangat setuju
dengan mereka. Pelatih Kim pelatih terbaik yang pernah ada. Gayanya saja yang
sangat menyebalkan.
“Hari ini Dong Hae tidak
berlatih, tidak biasanya dia bolos latihan,” kata Hyuk Jae.
“Dong Hae tidak latihan?”
“Waeyo?”
“Apa aku harus tahu?”
“Sepertinya kau tidak suka
padanya?” tanya Hye Ri.
“Aku bukannya tidak menyukainya,
aku hanya tidak suka dengan sikapnya yang angkuh itu, apa susahnya sih menyapa
orang? Tidak heran kalau dia tidak bisa punya teman,”
“Apakah Dong Hae orang yang
seperti itu?” tanyaku.
“Aku mengenalnya sejak SMP, dia
memang jarang bisa bergaul, apalagi semenjak dia jadi artist, sepertinya dia
membentengi dirinya dengan tembok yang sangat tebal agar tak ada yang
mendekatinya,”
“Jjinjja?? Sepertinya dia sangat
menyenangkan kalau melihatnya di televisi,” kata Hye Ri heran.
“Dia sangat pandai mengantur
perasaannya, dia sangat pandai bersandiwara, saat di depan banyak orang memang
harus seperti itu kan? Tapi di luar itu? Apa pernah kau lihat Dong Hae
mengobrol dengan seseorang?”
Benar, aku tidak pernah
melihatnya berbicara dengan orang lain. Apa dia hanya bicara padaku. Entah
kenapa aku begitu ingin tahu.
“Ah, aku tidak sabar menunggu
hari pertandingan, kita akan bertemu dengan banyak siswa dari sekolah lain,”
Aku teringat kembali dengan
undangan orang tua. Benarkah ada yang seperti itu? Apa yang harus kukatakan
pada appa dan eomma? Apa aku minta di bangku cadangan saja? Andwe, Pelatih Kim
tidak akan mengijinkanku hanya duduk di bangku cadangan. Apa aku katakana saja
sejujurnya? Aku akan pulang besok dan memberitahu mereka.
Kami melanjutkan latihan kami
hingga satu jam kemudian. Aku kembali ke asrama sendiri karena Hye Ri harus
mengerjakan PR nya di perpustkaan. Aku melintasi lapangan sepakbola. Rumput
lapangan ini sangat empuk. Aku suka melewati lapangan ini. tim sepakbola
mengadakan camp latihan sehingga lapangan tidak digunakan malam itu. Aku
sengaja berjalan pelan menyusuri lapangan bola yang besar. Aku bahkan
duduk-duduk di tengah lapangan. Udara musim gugur saat malam dingin.
Menyegarkan. Tiba-tiba poselku bordering,
“yoboseyo?”
“Ji Hyun-aaa,” suara eonnie lebih
terdengar sebagai lengkingan.
“Ye eonnie, apa kau perlu
berteriak seperti itu?”
“Bogoshipo, apa kau sama sekali
tidak merindukanku?”
“Ani, wek!”
“Kau ini! dasar bocah tengik, apa
yang kau lakukan malam-malam begini di lapangan sepak bola?”
“Mwo?” aku kaget, bagaimana dia
tahu aku di lapangan sepak bola?
“Kau kaget kan?”
“Ya, bagaimana kau bisa tahu?”
Tidak ada suara dari seberang.
“Ya eonni!!”
“Karena aku juga dilapangan yang
sama denganmu,”
Dan kulihat eonnie sudah ada di
sampingku. Aku terbelalak melihatnya.
“Kau senang melihatku?”
“Eonni!!!” aku berhambur memeluk
eonni.
Kami berpelukan untuk beberapa
saat. Aku senang bisa melihat eonnie.
“Bagaimana kau bisa masuk?”
“Aku juga murid SMA, aku bisa
masuk kan?”
“Ara, kau selalu bisa melakukan
apapun, apa kau sengaja mengunjungiku?”
Eonnie tidak menjawab malah duduk
di lantai rumput lapangan.
“Dangyeonhaji, apa lagi yang bisa
kulakukan disini kalo tidak mengunjungimu?”
Aku tersenyum lebar.
“Ya, eonnie, apa kau bawa kue
enak untukku?”
“Ya musun soriya? Aku tidak
membawa apapun, apa kedatanganku tidak cukup membuatmu kenyang?”
“Ya, apa mungkin aku memakanmu?”
“Aku sangat kesepian di rumah,
kau tidak pernah pulang, kau betah sekali di sini,”
“Aku berencana besok akan
pulang,”
“Apa aku boleh menginap?”
“Andwe! Aku akan kena hukuman
karena memasukkan orang secara illegal ke kamarku, anhya anhya anhya!”
“Anggap saja aku siswa sekolah
ini, lalu besok uri gachi ga, ne?”
“itu tidak mungkin eonnie,
peraturan sekolahku sangat ketat, ada inspeksi tiap jam 10.30 malam, aku tidak
bisa membiarkanmu menginap,”
“Kenapa kau serius sekali?
Lagipula ayah akan memotongku kecil-kecil kalau aku tidak pulang,”
“Ah, mwo ya??? Kau selalu
membuatku panic,”
Eonnie tertawa. Lalu memandangku
sejenak.
“Ya, Ji Hyun-aa, apa yang kau
pakai? Apa itu seragam bas..ket? ka.. kau?”
Aku tidak bisa mengelak lagi. Aku
mengangguk pelan.
“Ne eonnie, aku bermain basket
lagi,” kataku sepelan mungkin, hampir tak terdengar.
Eonnie terlihat sangat terkejut
tapi tidak mengatakan apapun.
“Kau tahu apa yang akan dilakukan
appa saat tahu kau bermain basket lagi?” tanya eonnie. jelas aku tak bisa menjawab
pertanyaan itu. Membayangkan apa yang akan dilakukan appa saja aku tidak bisa.
“Dia akan sangat marah, dan kau
tahu kalau appa marah?”
Aku lebih baik tidak membayangkan
bagaimana appa marah. Itu lebih dari di neraka. Aku diam saja.
“Apa kau benar-beanr memikirkan
tentang ini? apa kau benar-benar berani mengambil resikonya?”
“Eonnie, aku sudah mengambil
keputusan, aku tidak mau hidup tanpa melakukan apa-apa seperti orang bodoh. Aku
hanya bisa bermain basket, itu hidupku eonnie,”
“Lalu, bagaimana kalau itu
terjadi lagi?”
“Eonnie, kita tidak pernah tahu
apa yang akan terjadi, aku hanya ingin membuat hidupku lebih memiliki arti, aku
mungkin akan terluka, tapi semua itu setimpal dengan apa yang ku perjuangkan,”
“Appa tidak akan mengampunimu
kalau sesuatu yang buruk terjadi padamu, apa yang akan kau lakukan kalau sudah
begitu?”
“Aku tidak akan apa-apa, aku akan
membuktikan pada appa kalau aku akan baik-baik saja,”
“Kau tidak usah membuktikan
apapun, pikirkan saja bagaimana kau mengatakan ini pada appa, aku berani
membayar mahal untuk melihatmu mengatakan itu pada appa,”
Eonnie benar, akan sangat sulit
untuk membuat appa mengerti tentang pilihanku kembali pada basket.
“Ya eonnie, bantu aku, bantu aku
mengatakan ini pada appa,” aku mulai merayu.
“Shirheo! Aku setuju kau bermain
basket lagi bukan berarti aku membantumu mengatakan ini pada appa, tidak akan!”
Aku terbelalak mendengar
perkataan eonnie.
“Geuraenika, kau setuju aku
bermain basket lagi? Kau tidak marah?”
“Tentu saja aku marah, aku sangat
marah, jadi kau harus meredakan kemarahanku dengan menjadi pemain basket
professional,”
“Kyaa!! Eonnie, gumapta! Jeongmal
gumapta!,”
Aku memeluk eonie erat. Aku
senang eonnie ternyata mendukungku.
“Tapi kau jangan berdarah lagi
ya? Kau harus sangat hati-hati, kau harus terus menjaga kondisimu, araji?”
“Araseo!”
“Paegopayo?”
“Ne, jeonmal paegopayo,”
Eonnie mengeluarkan sesuatu dari
dalam tasnya.
“Tada… Aku membuatkanmu sandwich
kesukaanmu,”
“Uwa, jjinjja? Kau bilang kau
tidak bawa apa-apa? Kau yang membuatnya?”
“Dibantu eomma sih, tapi tetap
saja aku membuatnya, manhi mo’ko, yugiyo,” eonnie memberiku sebuah sandwich dan
aku langsung memakannya.
“Uwa, masitta!!”
“Aku senang kau menyukainya,
makanlah yang banyak,”
“Eonnie, gumapta, jeongmal
gumapta, aku merasa sedikit lega sekarang, ternyata aku tidak sendirian,”
“Kau ini, pikirkan bagaimana
menghadapi appa, aku tidak mau ikut campur ya,”
“Eonnie, dowajuseyo, aku tidak
akan bisa menghadapi appa,”
“Shirheo! Itu urusanmu, aku tidak
mau terkena apapun dalam masalah ini, araji? Jangan memaksaku lagi!”
Kalau sudah begini aku tidak akan
bisa memaksa eonnie.
“Kau harus berani menghadapi
appa, itu impianmu, perjuangkan!”
Aku hanya mengangguk kecil.
“Ah, benarkah kau satu sekolah
dengan Lee Dong Hae? Di berita ditulis kalau dia ke luar negeri, padahal dia
sekolah di sini, apa itu benar?”
“Jjinjja?”
“Ya, kau kan fan nomor satu,
kenapa hal seperti itu tidak tahu? Saat ini dia sedang dalam masalah besar, dia
dikabarkan tidak akan bernyanyi lagi, kontraknya dengan perusahan label
internasional terancam akan dibatalkan, benar-benar mengerikan,”
“Apa berita itu benar eonnie?”
“Geurom!! Semua televisi sedang
membicarakannya, karirnya terancam kandas, kasihan dia,”
Naneun jeongmal morugessoyo. Apa yang
sebenarnya terjadi? Selama ini aku dekat dengannya, tapi aku tidak mengerti
apa-apa tentang dirinya. Tapi kami juga tidak dekat. Dia hanya selalu datang
dan pergi sesuka hatinya. Kenapa aku harus mengetahui tentang dirinya?
“Kenapa kau diam saja?”
“Ah ani,”
“Apa kau besok benar-benar pulang?”
“Mungkin saja, karena kau sudah kesini, mungkin aku bisa
mengundur kepulanganku,”
“Mwo ya??? Pulanglah, apa kau tidak rindu appa dan
eomma?”
“Aku sangat merindukan mereka, tapi aku… aku bingung
eonnie, entahlah, aku tidak tahu,”
“Ya, kenapa kau tiba-tiba seperti ini? apa disini
terlalu menyenangkan sampai kau tidak ingin pulang? Bukankah kau dulu merengek
tidak ingin masuk sekolah asrama?”
“Ani, bukan begitu eonnie, aku hanya banyak kegiatan
saja, aku akan meneleponmu besok,”
“Untuk apa menelepon? Teleponlah appa dan eomma, mereka
terus menanyakanmu, jangan buat mereka khawatir, araji?”
“Araseo, aku akan menelepon mereka nanti,”
Eonnie mengangguk.
“Ah, kau dan Kai bagaimana? Kau
tidak menyebutkan soal dia dari tad?”
Aku diam.
“Sulli marah padaku karena aku
putus dengannya,”
“Mwo???? Wae??? Kalian terlihat
akan menikah di masa depan,”
“Akupun berpikir seperti itu,
tapi aku memutuskan Kai secara sepihak, aku juga tidak tahu apa yang terjadi,
tapi Kai menjaga jarak denganku. Aku pernah melihatnya dengan seorang yeoja,
saat kutanya, dia tidak menjelaskan apapun, aku tidak mau mengganggunya lagi,
geurigo, aku memutuskan untuk mengakhirinya,”
Eonnie ternganga menatapku.
“Mianhae, aku tidak menceritakan
semua ini padamu,”
“Kau benar-benar membuat banyak
kejutan,” eonnie menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku tidak tahu lagi harus
bagaimana,”
“Araseo, kau yang tahu apa yang
terbaik untukmu,”
Aku mengangguk pelan. Aku
menempelkan kepalaku di pundak eonnie. aku merindukan saat-saat seperti ini. Ah,
kenapa banyak hal berubah?
“Aku harus pulang, aku bisa
ketinggalan bus,”
“Geure, aku akan mengantarmu
sampai halte bus,”
Kami berdua berdiri dan berjalan
kea rah gerbang sekolah. Tiba-tiba eonnie menggandeng tanganku. Dia tersenyum
lebar menatapku. Aku balas tersenyum. Sampai di halte bus, kami masih harus
menunggu bus.
“Eonnie, gumowo, kau sudah
mengunjungiku, johayo,”
“Itu karena kau tidak pernah
pulang, aku rindu ingin memukul kepalamu,” dan dia langsung memukul kepalaku.
“AAhh… Ya, appayo!!”
Dia tersenyum lagi. Aku juga ikut
tersenyum. Akhirnya bus datang.
“Pulanglah, jenguk appa dan
eomma, jaga kesehatanmu, jalliseo,”
“Ne, sampaikan salamku untuk appa
dan eomma,”
“Annyeong,” eonnie melambaikan
tangan dan naik ke dalam bus.
“Annyeong,” aku balas melambaikan
tangan padanya.
Bus bergerak pelan
meninggalkanku. Aku berjalan perlahan kembali ke asramaku. Aku masih membawa
sandwich dari eonnie di tanganku. Aku terus memikirkan perkataan eonnie tentang
bagaimana mengahadapi appaku. Aku menarik napas panjang dan cepat-cepat kembali
ke kamarku.
******************************************************************
Aku dan Hye Ri berlatih basket
berdua hari itu. Aku mengurungkan niatku untuk pulang. Aku belum sanggup
melihat appa. Aku bingung memikirkan cara untuk mengatakan semua ini pada appa,
karena terlalu banyak melamun aku terpelset dan kakiku sedikit terkilir.
“Ah Ji Hyun-aa, gwaenchana?”
Hye Ri berlari menghampiriku. Aku
meringis kesakitan. Tidak terlalu parah sepertinya, tapi cukup sakit.
“Ah, gwaenchana, sepertinya
terkilir sedikit, aku akan ke klinik dan meminta obat pada dokter,”
“Ne, kau bisa pergi sendiri? Apa
perlu kutemani?”
“Ah, tidak perlu, aku bisa pergi
sendiri, kau lanjutkan latihanmu,”
Aku berdiri dibantu oleh Hye Ri.
Aku berjalan sedikit pincang ke klinik. Aku mengetuk pintu klinik, tak ada
jawaban. Aku membuka pintu dan masuk ke dalam klinik. Aku mencari obat penyemprot.
Aku menemukannya dan akan keluar saat ku dengar suara langkah kaki. Aku
celingukan mencari tempat sembunyi, akhirnya aku bersembunyi di balik tirai.
Pintu di buka dan dua orag masuk. Mereka tidak berbicara untuk beberapa saat.
“Kau harus segera dioperasi,” itu
suara Dokter Ji Hoon.
Operasi? Siapa yang harus
dioperasi?
“Apa itu jalan satu-satunya?”
Itu Dong Hae. Kenapa harus
dioperasi dia sakit apa?
“Kau akan kehilangan suaramu
selamanya kalau kau tidak dioperasi, tenggorokanmu itu sudah sangat mengkhawatirkan,
kau tidak akan bisa bernyanyi lagi” jelas Dokter Ji Hoon.
“Aku memang tidak berencana untuk
bernyanyi lagi,”
Aku sangat terkejut mendengar hal
itu.
“Kau harus memikirkan masa
depanmu, kalaupun kau tidak ingin bernyanyi lagi, apa kau juga ingin kehilangan
suaramu selamanya? Kau jangan pikirkan dirimu sendiri, kau harus memikirkan
orang lain juga, Manajer Hong sangat khawatir padamu, pikirkan ini baik-baik,”
“Apa suaraku akan benar-benar
kembali dengan operasi?”
“Kalaupun suara emasmu tidak
kembali, kau tidak akan bisu seumur hidupmu, sekarang katakan padaku, apa itu
sakit?”
Dong Hae tidak menjawab.
“Marhaebwayo, itu sangat sakit
kan? Lebih baik kau katakan yang sebenarnya padaku, dengan begitu aku bisa
menolongmu,”
“Ya,” jawab Dong Hae pelan.
“Ini spekulasiku, semakin
berusaha kau menahan sakit di tenggorokanmu, dan membiarkan sakitnya
menggerogotimu, maka organ suaramu akan semakin rusak, dengan operasi kita bisa
mengangkat benjolan itu dan menyelamatkan pita suaramu, kasusmu ini sangat khusus,
tapi dengan penanganan yang cepat, kemungkinan untuk sembuh akan semakin besar,
pikirkanlah baik-baik,”
Tak ada jawaban dari Dong Hae.
“Jangan terlalu kecewa, operasi
akan menyelamatkan suaramu,”
“Aku tidak kecewa karena aku
tidak pernah berharap banyak,”
Terdengar suara kursi, Dong Hae
berdiri.
“Terimakasih atas masalah yang
kau buat, aku pergi,”
Dong Hae meninggalkan klinik.
Dokter Ji Hoon tidak mengatakan apa-apa. Aku masih berdiri di balik tirai
sambil memikirkan pembincaraan yang baru saja kudengar,
“Sampai kapan kau akan di situ?”
Aku terkejut. Jadi Dokter Ji Hoon
tahu kalau aku dari tadi di sini. Aku keluar pelan-pelan dari persembunyianku.
Dokter tampan itu menatapku penuh selidik.
“Aku mencari obat, kakiku tadi
terkilir,” aku berkata seadanya sambil menunjukkan obat semprot yang ku pegang.
Dokter Ji Hoon tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya melanjutkan menulis sesuatu
di meja kerjanya. Pelan-pelan aku duduk di kursi di hadapannya.
“Apa benar Dong Hae tidak bisa
menyanyi lagi?”
Dokter Ji Hoon mengakat kepalanya
dan menatapku penuh selidik. Apa tatapannya selalu seperti itu?
“Tentu saja kau dengar semuanya,
itu terserah pada Dong Hae, dia bisa saja tidak menyanyi lagi, bisa saja dia kembali
bernnyanyi, aku tidak bisa menentukan, tergantung dia mau dioperasi atau
tidak,” jelas Dokter Ji Hoon santai. Bagaimana dia bisa sangat santai seperti
itu?
“Apakah sangat parah?”
“Seorang penyanyi terancam tidak
bisa bernyanyi lagi, apa ada yang bisa lebih parah lagi?”
Aku terdiam. Separah itukah?
“Apa kau sangat peduli pada Dong
Hae?”
“Geurom! Aku adalah fan nomor
satu Lee Dong Hae, aku sangat peduli padanya,”
Dokter Ji Hoon hanya tersenyum
mendengar jawabanku.
“Aku dengar kau bergabung dengan
tim basket?”
“Ne,”
“Berusahalah, tim basket sekolah
kita adalah yang terbaik, pertahankan itu, “
Aku tidak menyangka Dokter ji Hoon peduli pada tim basket.
“Aigesemnida, khamsahamnida, aku
akan pergi sekarang,”
“Ne,”
Aku beranjak dari kursi dan pergi
meninggalkan klinik. Aku terus memikirkan pembicaraan yang kudengar tadi.
Bagaimana bisa Dong Hae meninggalkan impiannya. Aku ingat di suatu interview
kalau dia ingin menghabiskan hidupnya dengan bernyanyi. Kenapa dia menyerah
begitu saja? Aku sampai di depan pintu gedung sekolah saat ku lihat Pak Satpam
mendorong trolley berisi banyak sekali hadiah.
“Permisi, ahjussi, mau dibawa
kemana semua ini?”
“Ah, beginilah kalau ada artis
yang masuk sekolah ini, semua ini tentu saja untuk Lee Dong Hae, aigoo, dia
seharusnya memberiku banyak uang untuk ini, aku selalu merasa punggungku mau
patah saat naik tangga,”
“Jadi ini semua untuk Dong Hae?”
aku tebelalak menatap semua hadiah-hadiah itu.
“Ah, aku tidak mengerti kenapa
anak perempuan suka sekali hal-hal seperti ini? Apa Dong Hae punya waktu untuk
membuka semua hadiah-hadiah ini?”
Pak
Satpam itu terus saja menggerutu dan meninggalkanku. Banyak sekali hadiah
untuknya. Dia benar-benar sangat terkenal. Aku berjalan ke arah gedung olahraga
untuk menemui Hye Ri. Saat berjalan, di kejauhan aku melihat Dong Hae sedang
berbicara dengan Manajer Hong. Aku jadi memikirkan ini. Bagaimana kalau Dong
Hae benar-benar tidak bisa bernyanyi lagi?
to be continued...
0 komentar:
Posting Komentar